LALU lalang anak pulang sekolah memadati Jalan Veteran Kota Kediri saban siang hari. Di antara ratusan kendaraan roda dua, sebuah mobil angkot (angkutan kota) berjalan pelan. Kabil mobil berwarna kuning itu kosong, sama sekali tidak ada penumpang.
Mobil berjenis Suzuki Carry ini sempat ngetem di depan SMAN 2 Kediri. Suyono, sang supir angkot menunggu penumpang sembari berteduh di bawah pohon. Namun sayang, tak ada satupun orang yang masuk ke kendaraannya.
“Di jalanan sekarang jarang ada penumpang minta diantar,” kata Suyono, Kamis, 20 Juni 2024.
Pria 60 tahun itu adalah supir angkot satu-satunya yang masih aktif di Kota Kediri. Angkot Suyono beroperasi di jalur lyn A. Trayek ini melayani rute Selomangleng menuju Ngronggo. Rute sejauh 20 kilometer ini sebenarnya cukup strategis karena melewati kawasan sekolah dan pasar.
Sepinya penumpang membuat Suyono tak lagi berkeliling setiap hari. Jika memaksa tetap beroperasi, hasilnya tidak sepadan dengan biaya membeli bahan bakar.
“Sekarang angkot saya melayani carter, jadi tetap ada penghasilan,” kata bapak lima anak itu.
Setiap Senin hingga Jumat, dia rutin mengantar para mahasiswa dari Selomangleng menuju STIKES Ganesha Husada di Kabupaten Kediri. Suyono juga kerap melayani para ibu-ibu untuk diantar ke pengajian. Layanan carter ini sudah dijalani selama 5 tahun.
Menurutnya, harga BBM yang terus melambung menjadi salah satu faktor semakin berkurangnya angkot dari jalanan Kota Kediri. Kondisi ini berbeda dengan era emas angkot pada 1990 hingga 2000-an. Selain BBM masih murah, angkot tak pernah mangkal terlalu lama. Di pusat-pusat keramaian, antrian penumpang jamak dijumpai sehari-hari.
Trayek lyn A yang masih ditekuni Suyono kini jadi jalur satu-satunya yang masih aktif di Kota Kediri. Sebelumnya, terdapat 6 trayek yaitu lyn A hingga F.
Pemerintah Kota Kediri sebenarnya sudah berupaya meramaikan jalur-jalur angkot. Pada tahun 2015 hingga 2019, para pelajar mendapatkan fasilitas naik angkot gratis. Setiap bulan, pemkot menggaji para sopir sebesar satu juta lima ratus rupiah. Nilai serupa juga diberikan kepada pengusaha angkutan. Tiap angkot yang beroperasi, pemerintah memberikan subsidi bensin sebesar 15 liter setiap hari.
“Wabah covid-19 membuat semuanya berhenti. Sekolah diliburkan, angkot tak mendapat penumpang dan dana dari pemerintah juga tidak lagi digelontorkan,” kata Indra Hadi Prasetyo, Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Kediri.
Dia menambahkan, sejak saat itu pula angkutan umum tidak ada lagi yang melakukan pengujian berkala ke Dishub Kota Kediri. Kebanyakan pemilik kendaraan telah mengganti plat, dari kendaraan umum menjadi pribadi.
Menurut pria 38 tahun ini, angkot hilang dari jalanan Kota Kediri akibat kecenderungan mobilitas masyarakat yang berubah. Selain itu, Kota Kediri memiliki bonus demografi sangat tinggi. Artinya, populasi penduduk didominasi anak muda. Mereka lebih berpikir praktis. Untuk keperluan bersekolah atau bepergian, kendaraan pribadi menjadi pilihan utama. Di saat bersamaan, kemudahan kredit motor turut mendorong lenyapnya angkot dari jalanan. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post