LELAKI bertopi tekes itu duduk di kereta kuda. Di tubuhnya tak melekat kemewahan aksesoris seperti tokoh-tokoh pewayangan epos Mahabarata ataupun Ramayana. Dia bertelanjang dada, hanya mengenakan gelang, kalung, dan kain polos penutup paha. Sosok itu adalah Panji, tokoh yang kisah pengembaraannya telah dinobatkan UNESCO sebagai Memory of the World pada 2017.
Figur panji ini terukir pada panil batu yang berada di makam tua Desa Gambyok, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Fragmen lelaki pengendara kereta itu merupakan penggalan episode berjudul Hikayat Panji Kuda Semirang. Dalam adegan tersebut, Panji Semirang dikisahkan hendak bertemu dengan Martalangu, kekasih pertamanya.
Hikayat Kuda Semirang pada relief Situs Gambyok Kediri bukan satu-satunya kisah panji. Terdapat ratusan versi yang mengusung figur lelaki bertopi itu sebagai tokoh utama. Cerita panji paling monumental adalah kisah cinta yang berlatar di Kediri yaitu Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji. Sejumlah kisah populer lain di antaranya, Panji Narawangsa, Panji Wasengsari, Panji Priyambada, Panji Jaya Lengkara, Panji Jayengtilam, Panji Angreni, dan Panji Jayakusuma.
“Panji itu bukan nama, tapi gelar bangsawan. Versi ceritanya jadi sangat banyak karena para penulisnya terinspirasi dari kehidupan raja-raja Jawa era lampau,” kata Aang Pambudi Nugroho, sejarawan Kediri, Rabu, 26 Juni 2024.
Menurut dosen Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat ini, sebutan panji sebagai gelar bangsawan dapat dibuktikan secara arkeologis lewat sejumlah prasasti. Salah satunya pada Prasasti Hantang tahun 1135, Raja Jayabaya dari Kerajaan Kadiri mempunyai gelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabaya Sri Warmeswara.
Ketua Komunitas Jawa Kuno Soetasoma itu menyebut, para sejarawan sudah sepakat bahwa cerita panji adalah fiktif. Namun, kemungkinan besar penulisannya mengacu pada sejumlah peristiwa sejarah. Artinya, kisah panji lahir dipengaruhi kejadian di masa lalu. Sejumlah peristiwa besar—dari berbagai lapisan kepemimpinan hingga era kerajaan—menginspirasi penulisan kisah panji.
Misalnya, kisah Panji Semirang yang terpatri pada relief Situs Gambyok Kediri. Pada episode ini, Dewi Sekartaji diceritakan keluar dari istana kemudian menyamar sebagai ksatria. Epos ini mirip kisah Tribhuwana Tunggadewi, ratu Kerajaan Majapahit yang turun ke medan perang.
“Acuan era kerajaan yang mengilhami kisah panji masih didalami para sejarawan, karena tafsirnya beragam,” kata Aang.
Pada era kolonial Belanda, C.C. Berg menyatakan panji berpangkal pada kejadian sejarah di zaman kejayaan Majapahit. Sedangkan Poerbatjaraka berpendapat latar belakangnya yaitu Kerajaan Kadiri di era Raja Kameswara. W.H. Rassers, menyimpulkan acuan kisah Panji merupakan Ken Arok dan Raden Wijaya.
Tafsir acuan sejarah kisah panji yang terbaru dikemukakan Agus Aris Munandar pada 2011. Dia menyebut bahwa acuan cerita Panji berkisar pada era pendirian Majapahit hingga masa kejayaannya. Sejumlah tokoh yang mempunyai kemiripan cerita dengan panji di antaranya, Raden Wijaya, Tribhuwana Tunggadewi, Jayanagara, dan Hayam Wuruk.
Latar belakang kisah yang beragam itu membuat panji tidak seperti naskah Mahabarata dan Ramayana yang berkonsep cerita tunggal berkesinambungan. Tiap versi panji memiliki perbedaan alur cerita, setting, dan tokoh pendukung dari masing-masing dinasti. Baru-baru ini juga ditemukan kisah Imam Sudjono, panji versi Islam di Gunung Kawi.
“Cerita panji cenderung universal, adaptif, dan luwes,” kata Eko Priyanto, Kepala Bidang Sejarah Purbakala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kediri.
Ketika menyebar ke suatu daerah, amat mudah bercampur dengan kearifan lokal dan legenda setempat. Hal inilah yang membuat panji dapat ditemukan di Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Myanmar, Kamboja, Filipina, Vietnam, dan Laos.
Pihak Disbudpar Kabupaten Kediri rencananya menjadikan Desa Gambyok sebagai pusat pengembangan wisata Panji. Tinggalan arkeologis di Situs Gambyok semakin menguatkan Kediri sebagai kawasan yang mempunyai kekayaan budaya.
Menurut Eko, kisah panji merupakan narasi besar atau induk dari berkembangnya seni dan budaya tradisonal. Di bidang pendidikan moral, epos tersebut melahirkan dongeng seperti Keong Emas, Timun Emas, Panji Laras, Andhe-andhe Lumut, dan Kethek Ogleng.
Dari segi pentas kebudayaan, cerita panji ditampilkan menjadi kesenian seperti jaranan, wayang, dan ketoprak. Selain itu, panji menginspirasi lahirnya seni ukir, tari, dan lukis. Pada era terkini, kisah panji dieksplorasi lebih jauh menjadi kartun animasi serta game berbasis digital. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post