BANGUNAN bergaya Neo Gothic itu tampak sepi. Hanya segelintir orang sibuk menata pohon cemara, ornamen, dan pengeras suara. Ketika hari menjelang petang, sekelompok pemuda pemudi paduan suara datang, hendak berlatih kidung pujian. Mereka tengah mempersiapkan Hari Raya Natal 2023, serta peringatan 119 tahun Gereja Merah.
Gereja di selatan Taman Sekartaji, Kota Kediri, Jawa Timur ini tercatat sudah berdiri sejak 21 Desember 1904. Sehingga, rumah ibadah umat nasrani menjadi gereja tertua di kawasan Kediri. Tanggal pembangunannya tertulis pada prasasti di dinding sisi kiri pintu masuk. Peletakan batu pertama dilakukan oleh pendeta Dominus J.A Broers dan diresmikan oleh J.V.D Dungen Gronovius.
Pada era kolonial Belanda, gereja ini menjadi tempat ibadah masyarakat Eropa yang bermukim di Kediri. Selain Armenia, terdapat 40 orang bangsa Jerman, 10 orang dari Inggris, 16 orang asal Perancis, serta warga Eropa lain dari Swedia, Belgia, Denmark, dan Spanyol. Data ini diambil dari hasil sensus penduduk tahun 1920.
Gereja tersebut dulu bernama Keerkeraad van de Protestanche Gemente te Kediri. Usai Indonesia merdeka, pengelolaan diserahkan ke Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel Kediri hingga sekarang. Sedangkan penyebutan Gereja Merah baru muncul pada 1994, diambil dari corak bangunan yang keseluruhan berwarna merah.
“Dulunya gereja berwarna putih kapur, namun pada 1994 diganti merah,” kata Lorens Hendrik, Koster atau petugas jaga Gereja Merah pada Selasa, 12 Desember 2023.
Lelaki 54 tahun itu menjelaskan, pada masa reformasi, pergantian warna sempat memunculkan tuduhan jika gereja mendukung salah satu partai politik. Anggapan itu segera ditepis para pengurus. Dalam kepercayaan umat kristiani, warna merah adalah darah Yesus Kristus yang tumpah untuk menyelamatkan dosa-dosa umat manusia.
Selain itu, pengurus menggantinya ke merah karena warna putih dinding sudah mulai pudar, serta sering ditumbuhi lumut. Warna merah dipilih dari beberapa usulan diantaranya biru, ungu, atau mempertahankan putih. Namun, para pengurus lebih bersepakat ke merah sebab mampu menyamarkan noda dari lumut.
![](https://kediripedia.com/wp-content/uploads/2023/12/DSC04070-1-1024x576.jpg)
Selain sebagai tempat peribadatan, bangunan ini juga menjadi salah satu landmark Kota Kediri, sarana edukasi sejarah bagi pelajar, dan destinasi religi. Sehingga, pengunjung gereja bukan hanya dari umat nasrani saja. Dalam sebulan, rata-rata ada sekitar 250-300 orang datang.
Banyak wisatawan tertarik berkunjung ke Gereja Merah, salah satunya untuk menjadikannya background mengambil foto. Hal ini tak lepas dari arsitekturnya yang mengusung gaya Neo-Gothic. Bangunan dibuat tinggi menjulang, atapnya curam, serta jendela yang disusun berpola lengkung. Nuansa arsitekturnya hampir menyerupai Gereja Katedral Jakarta.
![](https://kediripedia.com/wp-content/uploads/2023/12/Infografis-4-1080-x-1920-piksel-1-576x1024.png)
“Pada 2004 Gereja Merah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur,” ujar Hendrik.
Keputusan itu ditetapkan ketika gereja tepat berusia seabad. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur kala itu melakukan penelitian mengenai struktur dan pondasi bangunan. Hasilnya, kondisi gereja 85% masih asli. Pada bagian dalam, terdapat beberapa ruangan seperti balkon, ruang konsistori, menara, serta bunker yang saat ini sudah ditutup.
Gereja Merah juga menyimpan Alkitab yang diterbitkan pada September 1867 oleh de Nederlandsche Bijbel Compagnie berbahasa Belanda. Injil itu berukuran 43 x 29 cm, dengan ketebalan 10 cm. Meski warna kertasnya telah berubah menjadi coklat muda, namun tulisannya masih jelas dan dapat terbaca. Atas saran dari BPCB Provinsi Jawa Timur, buku ini disimpan di dalam kotak kaca.
“Kitab ini bertahan lama karena dilapisi sampul berbahan kulit yang tebal,” kata Hendrik.
![](https://kediripedia.com/wp-content/uploads/2023/12/DSC04117-1-1024x576.jpg)
Saat erupsi Gunung Kelud pada 2014, Gereja Merah menjadi salah satu bangunan yang terdampak abu vulkanik. Ketika dibersihkan, atap kanopi depan sengaja dicopot untuk dibersihkan. Siapa sangka, pelepasan atap itu membuat gereja tampak semakin megah.
Gereja Merah juga telah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Nasional sejak Oktober 2018. Selain karena bangunannya masih asli, gereja ini menjadi saksi kehidupan masyarakat Eropa di Kediri. Di masa lalu, bangunan gereja juga melengkapi sistem tata kota khas kolonial yang hingga kini keberadaannya masih bisa dijumpai. Di antaranya, kantor eks-karesidenan, sekolah MULO (sekarang SMAN 1 Kediri), Afdeeling Bank (sekarang Bank BRI), taman, kantor polisi, dan penjara. (Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post