MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan menjatuhkan vonis penjara 3 bulan 15 hari kepada jurnalis Banjarhits.id, Diananta Putra Sumedi. Dalam sidang yang dipimpin Meir Elisabeth pada Senin, 10 Agustus 2020, Diananta dinyatakan bersalah karena menyebarkan informasi yang menimbulkan permusuhan suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA.
Kasus ini bermula dari berita Banjarhits.id/Kumparan.com berjudul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel” pada 8 November 2019. Berita itu ditulis dari hasil wawancara dengan masyarakat adat suku dayak yaitu Bujino, Riwinto, dan Sukirman. Sebelum ditayangkan, Diananta sudah berupaya mengkonfirmasi dengan menghubungi Andi Rufi, Humas PT Jhonlin Agro Raya (JAR), akan tetapi tidak ada jawaban. Dengan adanya pemberitaan itu, Diananta dilaporkan ke Polisi dan divonis hukuman penjara.
Atas permasalahan tersebut, Komite Keselamatan Jurnalis menilai bahwa kasus yang menimpa Diananta adalah sengketa pemberitaan. Sehingga, kasus itu tidak tepat jika dibawa ke ranah pengadilan.
“Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Kotabaru merupakan lonceng kematian bagi Pers Indonesia,” kata Abdul Manan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Selasa 11 Agustus 2020 di Jakarta.
Komite Keselamatan Jurnalis yang berdiri pada tahun 2019, dibentuk untuk mengadvokasi berbagai kasus kekerasan terhadap jurnalis. Selain AJI, lembaga ini beranggotakan organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Manan menambahkan, beberapa waktu sebelumnya Dewan Pers sudah mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor: 4/PPR-DP/11/2020 tentang Pengaduan PT Jhonlin Agro Raya Terhadap Media Siber kumparan.com. Artinya, kasus ini seharusnya sudah selesai dengan adanya keputusan Dewan Pers.
Dengan masih berlanjutnya kasus, Komite Keselamatan Jurnalis meminta Ketua Dewan Pers memeriksa pihak ahli yang memberikan kesaksian dalam kasus Diananta. Berdasarkan informasi yang diterima, kesaksian ahli pers dilakukan tanpa seizin Dewan Pers. Jika ternyata keterangan yang diberikan tidak sesuai dengan aturan, Dewan Pers perlu menjatuhkan sanksi pada pihak ahli.
“Kami meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim yang memimpin sidang kasus Diananta, karena telah mengadili perkara yang tidak memenuhi unsur adanya tindak pidana,” kata Manan.
Desakan itu ditujukan pula kepada Kapolri agar memeriksa jajaran penyidik Polda Kalimantan Selatan. Sebab, mereka terus melanjutkan kasus Diananta meskipun sudah dinyatakan selesai di Dewan Pers.
Komite Keselamatan Jurnalis juga meminta pemerintah agar menghapus seluruh pasal karet dalam UU ITE. Terutama Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 Ayat 2 yang kerap digunakan untuk membungkam kebebasan pers dan mengkriminalisasi kerja-kerja jurnalistik.
Berkaitan dengan advokasi kasus Diananta Putra Sumedi, Komite Keselamatan Jurnalis membuka komunikasi melalui narahubung: Sasmito Madrim, Nenden Sekar Arum, dan Ade Wahyudin. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post