ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kediri mengecam tindakan represif aparat pada demonstrasi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kediri, Jumat 23 Agustus 2024. AJI Kediri mencatat sebanyak 14 peserta aksi menjadi korban atas kekerasan tersebut. Mereka mengalami luka memar di kaki, tangan, dan badan, bahkan salah satu korban cedera kepala hingga harus mendapat jahitan.
Aksi gabungan mahasiswa dan masyarakat sipil di Kediri yang mengatasnamakan Aliansi Sekartaji ini awalnya berjalan tenang dan damai. Diawali dengan long march dari Taman Brantas, sesampainya di depan gedung dewan mereka bergantian memekikkan suara protes pada hukum yang dipermainkan oleh penguasa.
Namun, demonstrasi itu berakhir ricuh usai tuntutan tidak dipenuhi. Tiga anggota DPRD yang menemui massa bersedia menandatangani surat berisi penolakan revisi UU Pilkada. Pada tuntutan kedua, legislator itu diminta membuat pernyataan langsung berupa video, lalu diunggah ke media sosial. Ketiganya menolak, kemudian kembali masuk ke gedung DPRD.
Penolakan itu sontak membuat tensi demonstrasi semakin memanas. Massa melemparkan botol dan mencoba merangsek ke halaman kantor DPRD. Aksi saling dorong yang tak terhindarkan itu membuat aparat mengambil tindakan represif. Kerumunan massa dibubarkan lewat kekerasan seperti terjangan, pukulan pentungan, serta tendangan ke arah peserta aksi.
Ketua AJI Kediri, Agung Kridaning Jatmiko, menyayangkan tindakan aparat keamanan yang menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi. Aksi itu dinilai tak menghormati kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat, sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM).
“Aparat keamanan seharusnya berupaya lebih persuasif,” kata Agung Kridaning Jatmiko.
Menurutnya, demonstrasi merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dituangkan dalam UU 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Sedangkan kekerasan adalah tindakan yang dilarang oleh undang-undang. Hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Kepolisian, Peraturan Kepolisian, dan Kode Etik Kepolisian, Peraturan Kapolri 1 Tahun 2009.
Dia menambahkan, kekerasan pada setiap aksi massa seharusnya bisa dihindari. Sebab, represi akan semakin memicu eskalasi kemarahan publik serta mendorong lahirnya rentetan aksi lainnya. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post