SUGIARTO dengan cekatan mengiris bambu tipis. Sesekali tangannya bergerak mengelem bambu untuk menyatukan keseluruhan rangka menjadi miniatur. Kegiatan itu dia lakukan berbekal peralatan gergaji, meteran, obeng, tang, tatah, amplas, dan lem. Teras kost di Desa Tulungrejo Timur, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri ini dia jadikan tempat kerja.
Pria yang akrab disapa Mbah To itu adalah pengrajin miniatur. Karyanya terdiri dari kapal pinisi, vespa, becak, rumah, bus, truk, dan pesawat yang semuanya berbahan bambu. Sebelumnya ia merupakan tukang bangunan. Karena tenaganya sudah melemah membuatnya beralih profesi setahun lalu.
“Fisik saya sudah tidak kuat lagi bila harus naik ke atap dan mengangkat beban berat,” kata Mbah To, Selasa, 07 November 2023.
Pria berusia 77 tahun itu menambahkan, pengalamannya membuat miniatur didapat saat menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) Pare di tahun 1950-an. Di sekolah itu ada pelajaran kerajinan tangan yang sekarang bermanfaat.
Dalam sehari, dia sanggup memproduksi 1 miniatur kapal pinisi berukuran 70 cm dan 2 miniatur vespa sebesar handphone. Tiap karya dibandrol dengan harga beragam, mulai dari Rp 15 ribu – Rp 100 ribu rupiah. Untuk miniatur rumah dikerjakan 2 hari tergantung tingkat kerumitannya.
Dengan waktu pengerjaan yang berbeda-beda membuat Mbah To tidak setiap hari keliling menjajakan dagangannya. Pembeli bisa datang langsung ke kosan untuk memesan miniatur sesuai desain yang diinginkan.
“Saya bisa membuat miniatur apapun asal ada contohnya,” ujarnya.
Saat keliling menjual karyanya kakek 4 cucu ini menggunakan sepeda federal. Berangkat pukul 7 pagi pulangnya jam 6 sore, dia biasanya membawa 3 kapal pinisi dan 10 miniatur vespa. Tak hanya berputar di sekitar Pare kadang kala ia juga berkeliling hingga luar kota, di antaranya Jombang, Nganjuk, Kediri Kota dan Kasembon Malang.
Walaupun harga yang dibandrol untuk miniatur itu cukup terjangkau, tidak jarang ada yang menawar miniatur kapal pinisi seharga 60 ribu. Sejatinya harga itu jauh dibawah harga yang ditetapkan, namun tetap saja dia berikan. “Yang penting modal kembali sudah cukup,” tambahnya.
Dibalik keterbatasan yang dimiliki, Mbah To masih sempat berbagi. Jika tiba-tiba di perjalanan ada anak kecil menangis minta miniatur namun tidak dibelikan oleh orang tuanya, secara spontan dia berikan cuma-cuma. Sebaliknya acap kali dagangannya ada juga yang memborong.
Suatu saat Mbah To berkeinginan memiliki tempat untuk menjajakan dagangannya agar tidak terus berkeliling. Ia sempat mencoba berjualan di Car Free Day (CFD) Pare tapi ternyata butuh izin.
“Tapi saya tidak mengerti cara izinnya,” imbuhnya.Bagi siapapun yang berminat pada karya Mbah To bisa datang langsung ke rumahnya yang beralamat di utara Rumah Sakit HVA Toeloengredjo Pare Kediri . Atau menghubungi nomor telepon putrinya: 081329444939. (Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post