TIDAK seperti era Mataram Kuno maupun Majapahit, tinggalan arkeologi berupa bangunan dari masa Kerajaan Kadiri hanya sedikit. Para sejarawan berpendapat jika zaman Kadiri adalah masa keemasan sastra. Sehingga, karya seni rupa seperti arca, relief, dan candi tak terlalu banyak ditemukan. Bahkan, dimana letak istana Kerajaan Kadiri hingga saat ini masih misteri.
Kawasan yang disinyalir menjadi pusat kehidupan Kediri kuno salah satunya di Desa Adan-Adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Anggapan itu diperoleh dari ditemukannya puluhan benda arkeologi yang terpendam di kebun durian milik Syamsuddin, salah seorang warga Adan-adan.
Tanah di bawah pohon durian itu diekskavasi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada 2016 hingga 2022. Di Situs Adan-adan ditemukan empat arca makara, patung dwarapala, struktur candi dari batu andesit, dan fragmen benda purbakala lainnya. Antara lain, kepala Buddha Bodhisattva, gentong raksasa, batu relief, serta stupa.
“Dari 6 proses ekskavasi, terungkap fakta bahwa Situs Adan-Adan adalah candi buddha terbesar di Jawa Timur,” kata Eko Priatno, Kepala Bidang Museum dan Purbakala, Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kabupaten Kediri, Kamis, 17 November 2022.
Berdasarkan penelitian tim Puslit Arkenas, Candi Adan-adan memiliki luas 25 x 25 meter atau 625 meter persegi. Situs ini kemungkinan didirikan pada seribu tahun silam. Dari kajian stratigrafi atau komposisi tanah, menunjukkan adanya 12 lapisan. Di kedalaman 2 meter terdapat beberapa layer material gunung berapi. Itu artinya, candi ini beberapa kali tertutup abu vulkanik letusan Gunung Kelud.
Menariknya, di sekitar candi juga terdapat keramik Tiongkok Dinasti Song dari abad 10, Dinasti Song Yuan abad 12, dan Dinasti Yuan abad ke-13. Ada juga pecahan keramik buatan Belanda dari abad 17. Catatan Belanda tahun 1908 menyebutkan, Candi Adan-Adan sudah diteliti kolonial namun belum sempat dilakukan penggalian.
“Ekskavasi tahun ini ditemukan 2 arca makara, dari gaya pahatannya diketahui jika candi ini berdiri pada masa Kerajaan Kadiri abad 11,” ujar Eko.
Makara adalah makhluk mitologi berbentuk gajah mina yang berada di bibir tangga candi. Posisinya menghadap ke barat laut dan dipercaya dapat menolak bencana. Gaya seni pahatan arca tersebut mirip dengan makara Candi Kedaton di Situs Percandian Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Candi itu dibangun pada abad 11. Dari kemiripan itu diperkirakan umur Candi Adan-adan berusia sama dengan bangunan di Jambi.
Sepasang arca makara Candi Adan-adan berukuran dua meter. Ukuran tersebut melebihi makara di Candi Borobudur, bahkan penemuan di Kediri jadi yang terbesar di Indonesia.
Bukan sekali ini saja kawasan Kediri terdapat penemuan arca yang cukup fenomenal. Pada 2007, ditemukan patung Brahma, Syiwa, Durga, Lingga, Yoni, dan Lembu Andini di Candi Tondowongso, Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Sejarawan menilai jika pahatan arca Tondowongso lebih halus dibanding arca Prajnaparamita yang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
“Dari kehalusan pahatan, bisa jadi ada keterkaitan antara Candi Tondowongso dan Candi Adan-adan. Kawasan Gurah memang banyak ditemukan peninggalan kerajaan,” kata Eko.
Tahun ini, kerja penelitian Disparbud bersama Puslit Arkenas dinaungi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Pemerintah berencana membuka candi agar dapat dinikmati masyarakat umum. Mereka menerapkan konsep Heritage Spotting Area, jadi hanya tanah seluas 8 meter persegi dan kedalaman 3 meter saja yang dapat diakses publik.
Potongan kepala buddha dan sebagian benda arkeologi dari Situs Adan-adan kini disimpan di Museum Bhagawanta Bari, Kabupaten Kediri. Sedangkan arca kala, dwarapala, dan makara yang berukuran besar masih berada di lokasi penemuan.
“Bekas galian berisi arca sementara ditutup terpal, sembari menunggu proses pembangunan dari Pemkab Kediri,” kata Ikhwanil Kiram, Juru Pelihara Candi Adan-adan.
Pria yang akrab disapa Anil itu adalah anak dari Syamsuddin, sang pemilik lahan. Status kebun durian masih milik keluarga dan belum diambil alih pemerintah. Anil ditunjuk langsung oleh Disbudpar sebagai juru pelihara. Sehari-hari, ia bertugas mengawasi dan memberikan wawasan sejarah bagi siapa saja yang datang ke candi.
Pada tahun-tahun sebelumnya, pemuda lulusan Universitas Nusantara PGRI ini sengaja menutup area situs dengan pagar kawat berduri. Langkah itu merupakan pencegahan tindak pencurian, serta perusakan benda-benda sejarah dari Kerajaan Kadiri.
Pria yang kini berprofesi sebagai guru ini berharap jika semakin banyak situs-situs dan candi di Kediri yang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Peninggalan sejarah dan kebudayaan harus terus dirawat dan dilestarikan, agar dapat mengedukasi masyarakat terkait peradaban Kediri di masa lampau. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post