oleh Muchamad Nabil Haroen
KEWAJIBAN lima waktu rasanya sayang sekali jika terlewat tanpa berjamaah di Masjid Nabi, Masjid Nabawi. Bukan hanya pahalanya yang melimpah, namun ketenangan jiwa, khusyu’nya hati, dan nikmatnya bersujud juga menjadi alasan utama.
Melantunkan kalam-kalam ilahi terasa begitu syahdu dan tak ada bosannya. Mulai dari membaca surat Luqman, al Waqi’ah, al Mulk, Yaa Siin, dan surat-surat lainnya. Damai yang datang di hati adalah hadiah indah dari Nabawi. Sebagaimana damai di dalam setiap akhir sujud dalam salat kami. Semua doa dan permohonan selalu kami panjatkan hingga berulang-ulang, namun rasanya tiada pernah habis waktu kami untuk bermunajat padaNya.
Puluhan titipan doa dari sahabat dan sanak saudara kami panjatkan tanpa tiada terlewat, namun kesempatan memohon kepadaNya tak pernah habis. Ya Allah, indah adalah anugerah. Ya Rasulallah, sayang yang tiada pernah berkurang.
Berikutnya, ziarah kami ke tempat yang dulu pernah kami singgahi. Masjid Quba’, Jabal Uhud, Jabal “Magnet”, Masjid Sab’ah, Masjid Qiblatain, dan sederet lagi tempat yang membuat kami tertegun atas kebesaranMu Ya Rabb. Betapa Rasulullah, utusan terakhirMu, begitu menyayangi kami dengan segenap kasih dan syafaatNya.
Tak terasa, senja mulai menyelimuti, dan menuntun kami untuk tabarrukan di Masjid Ijabah. Tempat di mana Rasulullah memanjatkan doa. Setelah salat, kami merasakan lagi kenikmatan yang berbeda tatkala lembar demi lembar mushaf kam buka dan kami baca. Hingga tiba saatnya jamaah salat Maghrib.
Kali ini sungguh kami benar-benar terpana, di saat banyaknya doa dan harapan atas segala ujian dan cobaan, Allah menjawab semuanya dengan lantunan ayat sang imam. “Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha…” “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya…” (QS. Al Baqarah: 286)
Hidup yang kami jalani selama ini harus terus kami hadapi dengan ketegaran dan kekuatan. Tak perlu banyak mengeluh, kecuali hanya kepadaNya. “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin.” Hanya kepadaMu lah kami menyembah dan hanya kepadaMu lah kami memohon pertolongan. Bukankah Allah juga yang berfirman bahwa Dia tak akan membebani sesuai kemampuan hamba-Nya? The show must go on. Hadapi dengan segala daya dan upaya yang kami punya.
Menjelang berpisah dengan Madinah, ingin rasanya menghadap Rasulullah dan munajat di Raudlah. Namun apa daya, rizki kami kali ini hanya bisa menyapa dan berpamitan dari jauh. Namun tak apalah, sambil menunggu kumandang adzan shubuh, kami waqafkan al Quran cetakan Madinah yang kami beli kemarin.
Iqamat muadzin memanggil kami untuk berjamaah salat shubuh, dan menjadi penanda bahwa kami akan segera meninggalkan Madinah. Melanjutkan perjalanan menuju Makkah untuk menjalani umrah. Semoga kami selalu dikarunia kekuatan untuk menjalani dan menghadapi sisa perjalanan kami di Haramain ini. (bersambung)