LAHAN pertanian yang sempit justru menumbuhkan kreatifitas. Sebagian warga Dusun/Desa Babadan, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri memanfaatkan lahan pekarangannya untuk tanaman pangan dengan sistem pertanian organik. Bahkan, di Babadan terdapat Agrowisata Petik Strawberry organik.
Kampung Organik. Itulah sebutan baru Dusun Babadan yang sebelumnya sudah banyak dikenal lantaran jumlah sapi perahnya melebihi jumlah penduduknya ini. (Baca: Desa Babadan – Kediri Dikuasai oleh Sapi)
Optimalisasi pemanfaatan pekarangan harus dilakukan lantaran lahan di Babadan dikuasai oleh perkebunan yang dikelola PTPN X, PTPN XII dan PT Sumber Sari Petung.
Penyebutan kawasan Kampung Organik sejalan dengan komitmen sebagian warga untuk menjauhkan diri dari pupuk dan obat kimia untuk pertanian. Sebagian warganya merintis penggunaan bahan-bahan organik untuk menyokong tanamannya.
“Kampung Organik ini baru awal dari sebuah perjuangan untuk membumikan sistem pertanian organik. Tidak mudah mengajak orang menggunakan sistem pertanian organik,” ungkap Sarianto, pelopor Kampung Organik.
Munculnya Kampung Organik tak lepas dari nama Sarianto. Pria yang akrab dipanggil Pak De Sari ini mengawali penggunaan pupuk organik untuk dirinya sendiri, sejak tahun 2011. Di belakang rumahnya, Pak De Sari mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik. Di Babadan, banyak peternak sapi sehingga mudah sekali memperoleh bahan untuk pupuk organik.
Pak De Sari juga memanfaatkan pupuk cair organik yang diolah sendiri menggunakan prinsip fermentasi. Sistem organik ini diterapkan untuk lahan pertanian di sekitar rumahnya seluas 750 meter2.
Sebenarnya, Pak De Sari juga baru mengawali penggunaan pupuk organik. Padahal, pertanian organik merupakan ajaran orang tuanya. “Orang tua saya menggunakan pupuk organik. Tapi, dulu saya bandel. Tetap pake pupuk kimia, karena ingin hasil yang instan,“ katanya.
Pak De Sari merasakan dampak negatif penggunaan pupuk kimia ketika sering sakit-sakitan. Dia kian paham dampak penggunaan bahan kimia ketika belajar pertanian organik dari Joglo Tani, Magelang.
Meski bekal pengetahuan pertanian organiknya cukup, dia masih sulit menghilangkan ketergantungan pada penggunaan pupuk kimia dan insektisida. Sebab, pertumbuhan tanaman yang menggunakan pupuk kimia sangat cepat.
Secara bertahap, Pak De Sari mengawali dengan semi organik. Sebagian masih menggunakan pupuk kimia. Namun, sejak 2012, dia sudah berani full organik.
Manfaatnya langsung dirasakan. Dia bisa memproduksi hasil pertanian sehat yang bisa dikonsumsinya sendiri. Penyakit-penyakit yang biasa didapat ketika mengonsumsi produk pertanian kimia mulai berkurang. Bahkan, biaya produksi juga bisa ditekan hingga 50 persen.
“Perbandingan biaya kalau dibanding obat pupuk kimia, hasil panen panjang. Kacang bisa 12 kali. Sekarang sudah ada yang panen 22 kali. Penyakit dan virus juga hilang dengan sendirinya,” ujarnya.
Ditopang oleh Joglo Tani, Pak De Sari mendirikan organisasi namanya Rantai Kelud. Rantai Kelud kerap melakukan penyuluhan pada masyarakat sekitar untuk menggunakan pupuk organik. Memang sulit, karena masyarakat sudah terbiasa menggunakan pupuk kimia yang pertumbuhannya cepat.
Belum seluruh warga tergugah. Baru sekitar 60 dari 300 kepala keluarga di kawasan Dusun Babadan yang berani menggunakan sistem organik.
Saat ini, Pak De Sari juga mengolah dan memasarkan minuman dari rempah-rempah. Dia juga mengelola Agrowisata Petik Strawberry yang banyak didatangi pengunjung utamanya saat hari libur.
“Proses menyadarkan orang itu ya susah. Saya menyadarkan diri saya sendiri juga susah,” papar Pak De Sari, sembari terbahak. “Itu proses. Butuh kesabaran, keuletan dan ketekunan. Itu wajib,” tambahnya.
Maryono adalah salah satu warga yang akhirnya bisa memperoleh manfaat dari sistem pertanian organik untuk tanaman
yang dikonsumsinya sendiri. Dia menanam cabe, strawberry dan sawo. Jika dibandingkan pupuk kimia, masa tanamnya lebih pendek. Hasil panennya tidak jauh beda.
“Manfaatnya lebih hemat. Tidak mudah busuk. Keuntungan lain secara ekonomi, bisa membantu rumah tangga, terutama dapur,” kata Maryono.
Pak De Sari sudah merasakan sebagian dari jerih payahnya. Namun, dia akan terus berusaha lebih membumikan sistem pertanian organik yang sehat ke sekitar lingkungannya. (Danu Sukendro)