ADLINA duduk di sebelah kiriku, tekun mengerjakan ujian sekolah Matematika. Lembaran kertas bekas dijadikan media untuk menghitung. Di depanku, Shanty asyik bermain handphone. Aku kadang menulis, kadang membaca, kadang ngobrol, sering bengong.
Baru setengah jam Adlina mengikuti ujian, kabar sangat mengejutkan menyambar kami.
“Didi Kempot meninggal,ya, Pa?” tanya Shanty, istriku.
“Yang bener?” jawabku
Aku mengambil telepon genggam yang tergeletak di samping Arai. Layarnya memutar Ruang Guru. Arainya mendengkur dengan headphone tetap melingkar di kepala. Uraian ceramah si guru membuai Arai ke alam mimpi. Aku membuka grup kantor.
Benar. Sudah ramai. Di grup peliputan, Mas Tono, photojournalist di Solo sudah berada di rumah sakit. Koordinator peliputan berusaha menghubungi tim Jogja agar bergeser ke Solo. Kepala biro Surabaya menimbang apakah perlu kirim tim dari Surabaya atau menggerakan kontributor terdekat ke Ngawi.
Aku membuka beberapa berita, Lord Didi Kempot meninggal dunia jam 7.30 WIB, Selasa, 5 Mei 2020 di rumah sakit Kasih Ibu Solo. Divan, petugas humas rumah sakit mengkonfirmasi kabar duka ini. Innalillahi wainna ilaihi rajiun, Lord Didi Kempot meninggal di bulan Ramadhan. Semoga khusnul khotimah. 05052020 Hari Ambyar Internasional.
Menurut saudara kandung almarhum yang diwawancarai Warta Kota, Didi Kempot meninggal akibat serangan jantung karena kelelahan syuting. Akhir-akhir ini, Didi Kempot tengah menyiapkan rilis lagu bersama Yuni Shara.
Di tengah Pandemi, Lord Didi Kempot terus mencuat. Konser Amal dari Rumah mengumpulkan donasi lebih dari 7 miliar. Amal jariyah yang terus mengalir sampai tembus ke langit. Dalam konser tersebut, Didi Kempot sempat mengingatkan Sobat Ambyar dan masyarakat Indonesia untuk tidak mudik, tidak pulang kampung.
Tapi kini Didi Kempot mudik duluan. Pulang ke haribaan Yang Maha Kuasa.
Wis tak coba
Nglaleake jenengmu
Soko atiku
Sak tenane aku ora ngapusi
Isih tresna sliramu
(Sewu Kutho)
Sudah ku coba
Melupakan namamu
Dari hatiku
Sejujurnya aku tidak berdusta
Masih mencintamu
(Sewu Kutho alias Seribu Kota)
Syairnya kerap kami nyanyikan ketika jaman kuliah di awal 2000an. Lirik lagu Didi Kempot mudah dihafal, apalagi penutur bahasa Jawa. Syair patah hati yang merasuk ke hati bagi para sobat ambyar. Chord-nya sederhana, gampang di-genjreng pegitar pemula. Selain Sewu Kutho, lagu lain yang nge-hits antara lain Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, dan Tanjung Mas Ninggal Janji.
Sebelum para kaum kelas menengah menghamburkan uang untuk membeli tiket perjalanan, penginapan terus memajang foto narsis di sosial media lantas mendaku diri sebagai traveler, Didi Kempot lebih dahulu ber-traveling ke seantero penjuru mata angin menjelajahi “Seribu Kota”. Aku hampir yakin, para pengaku traveller itu belum ada yang mampu menyalip rekor traveling ke Seribu Kota. Ah, paling banter ke Pulau Seribu.
Perjalanan Didi Kempot jauh ke seberang samudra. Di Suriname, Didi Kempot adalah Mega Bintang. Konser yang digelar berhari-hari dan berulang kali, selalu luber penonton.
Pada 2010, saya ke Suriname. Salah satu tempat yang saya datangi, Anthony Nesty Sport Hall, komplek olahraga terbesar di Paramaribo, ibukota Suriname. Di dalam hall, yang besarnya mirip dengan GOR Ciracas, Didi Kempot dan rombongan menuntaskan rindu tanah leluhur bagi keturunan Jowo.
Saya datang 10 tahun silam, meliput inagurasi Presiden Suriname yang baru terpilih Desi Bouterse, mantan sersan yang dikejar kasus pelanggaran HAM. Bouterse terpilih sebab berhasil menggalang koalisi Mega Combination, dimana pilar utamanya adalah Partai Pertjaja Luhur (PL), pimpinan Paul Salam Somohardjo. PL adalah partai terbesar di Suriname berbasiskan keturunan Jawa. Paul merupakan tokoh politik paling berpengaruh. Dari 17 menteri di kabinet kala itu, 10 diantaranya keturunan Jawa.
Dengan luas lebih besar dibanding pulau Jawa, populasi Suriname sangatlah imut. Kala itu tak lebih dari 500.000. Suku Jawa sekitar 15%, ras yang lain adalah India, China, Kreol dan keturunan Afrika. Dunia bisnis, ritel dikuasai keturunan China, konstruksi dipegang India. Di bidang politik, Jawa yang berkuasa. Restoran yang enak juga masakan Jawa dengan menu Soto, Pecel dan Sate.
Di pasar malam Paramaribo, saya menemukan penjual DVD, dan bisa dipastikan DVD bajakan. Keping DVD yang berisi video-video Didi Kempot dijual lebih mahal 2-3 kali lipat ketimbang penyanyi lain. Videonya berasal dari unduhan YouTube yang dibakar ke cakram padat.
Di pasar malam ini pula aku melihat pertunjukan seni Jaran Kepang atau Kuda Lumping. Pemain juga makan beling dan mengupas sabut kelapa. Aku sempat mewawancarai Sang Pawang, bagaimana ajian kuda lumping bisa sakti melintas separuh dunia. Selisih waktu antara Indonesia dengan Suriname beda 12 jam, lho. Sepintas ingatanku, Sang Pawang masih sangat menghormati kebudayaan dan tanah Jawa sebagai sumber ilmu.
“Nickerie itu apa?” tanya seorang teman di grup percakapan, merujuk salah satu lagu, Kangen Nickerie. Aku menjawab Nickerie adalah kota terbesar kedua di Suriname, dan banyak orang Jawa yang tinggal di Nickerie. Sepanjang jalan dari Paramaribo, terbentang sawah yang tak bertepi, bak lautan. Selain bertepatan dengan Inagurasi Presiden baru, aku juga meliput peringatan 120 tahun Imigrasi orang Jawa ke Suriname.
Ketika diwawancarai CNN Indonesia di waktu sahur, Linda Gozali menyebut Didi Kempot sebagai “Manusia langka”. Linda adalah produser Magma Entertainment yang memproduksi film layar lebar bertajuk Sobat Ambyar. Meski film sudah di tahap editing, namun kepergian Sang Maestro membuat jadwal rilis belum bisa dipastikan.
“Didi Kempot itu teladan,” katanya.
Berkarya demi melestarikan dan memajukan budaya lokal yang kaya. Meski baru mengenal dan berkolaborasi sejak Desember lalu. Linda begitu mengagumi semangat dan komitmen Didi Kempot meninggikan budaya Jawa hingga ke Internasional. Dengan hati pedih, Megan O’Donoghue, pesinden dari Amerika Serikat menyanyikan Sewu Kutho. Iringan piano yang menyayat hati.
Lahir dari keluarga seniman, Didi Kempot tak silau dengan gemerlap ketenaran. Musisi Iksan Skuter pernah ketemu secara tak sengaja di Terminal Tirtonadi, Solo. Sang Maestro Campursari itu duduk ngemper, di trotoar, merokok santai sambil ngopi dari gelas plastik. “Seniman tenan,” puji Iksan.
Sugeng tindak, Mas Didi Kempot, Lord of The Broken Heart, Sang Master of Traveller. Ambyar kudu dijogeti.
(Aditya Heru Wardhana, Supervising Editor CNN Indonesia)