PEREMPUAN itu berjalan sambil meraba permukaan dinding kayu. Jemari dan telapak tangan menuntun langkahnya perlahan menuju kursi ruang tamu. Sejak lahir, Ayu Fajar Lestari memiliki keterbatasan fisik pada penglihatannya.
Di kursi itu, Ayu mendekap Al-Quran Braille, kemudian membuka lembaran yang berisi titik-titik timbul. Dia meraba tonjolan penanda huruf-huruf hijaiyah itu dengan cekatan. Dahinya sesekali berkerut, lalu samar-samar melantunkan sebait ayat suci. Suaranya merdu, lembut, dan meliuk-liuk ketika melagukan nada tinggi.
“Setiap sore saya latihan, persiapan ikut festival tartil Quran di Bahrain tahun depan,” kata perempuan 22 tahun ini ketika ditemui Kediripedia.com di rumahnya pada Rabu, 21 Juni 2023.
Penyandang tunanetra asal Kota Kediri, Jawa Timur ini sudah beberapa kali mengikuti festival tartil Quran tingkat internasional. Pada kompetisi bertajuk 107’s Family Quranic Competition di Nigeria 2022, Ayu berhasil meraih juara 2 kategori 30 juz. Sedangkan pada Musabaqah Hifzh Al-Qur’an (MHQ) internasional di Dubai, dia menyabet juara 3. Kompetisi tersebut diikuti peserta dari kategori umum, bukan hanya dari kalangan tunanetra.
Anak pertama dari dua bersaudara ini tinggal di Jalan Agus Salim Gang 5 Nomor 1, Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Sehari-hari, ayahnya, Muhammad Rokhim menjual tanaman bonsai dan menjadi pelatih pencak silat Pagar Nusa. Sedangkan ibunya Lilik Yulaikah, setiap pagi berjualan nasi pecel.
Ayu mulai belajar menghafal Quran pada usia 2,5 tahun. Ketertarikan melafalkan ayat suci itu didapat ketika dia diasuh sang nenek. Ketika neneknya membaca Quran, Ayu menirukan setiap ayat hingga hafal 15 juz.
“Saya menghafal Quran dengan main congklak, setiap batu yang ditaruh berarti satu ayat dan surat,” kata penggemar novel Tenggelamnya Kapal Van der Wicjk itu.
Kemampuan Ayu semakin terasah ketika bersekolah di Panti Asuhan Tunanetra Terpadu Aisyiyah Ponorogo. Pada 2012, hafalan Quran semakin sempurna lewat bimbingan di Pondok Pesantren Al-Baqoroh, salah satu anak lembaga Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.
Wawasan yang didapat ketika nyantri membuat Ayu percaya diri mengikuti lomba-lomba di tingkat nasional hingga internasional. Jenis lomba yang diikuti yaitu Musabaqah Hifdzil Qur’an dan Musabaqah Tilawatil Qur’an.
Prestasi yang diraih Ayu antara lain juara harapan 1 lomba Doa Kabupaten Kediri tahun 2005, juara 2 lomba Pemilihan Da’i Cilik (Pildacil) Festival Anak Sholeh 2007.
Selain itu, dia pernah meraih juara 1 lomba mengaji 1 Juz Kota Kediri 2009, juara harapan 1 lomba MHQ 10 juz tingkat Provinsi Jawa Timur 2011, dan juara 1 lomba MHQ 10 juz tingkat nasional dalam rangka Festival Qur’an Nasional di Universitas Darussalam Gontor pada 2018. Prestasi yang paling membanggakan adalah juara 3 MHQ internasional di Dubai dan juara 2 di Nigeria.
Lewat prestasi nasional dan internasional itu, Ayu mendapat beasiswa kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri. Dia mengambil kuliah di Fakultas Ushuluddin dan Ilmu Dakwah, Program Studi Ilmu Tafsir Quran.
“Selama kuliah saya banyak dibantu dosen bernama Bu Anwariyah, dia adalah orang tua angkat saya,” kata Ayu.
Kehadiran Anwariyah sangat membantu Ayu, terutama dalam hal-hal akademis. Mulai dari pengetahuan penulisan karya tulis ilmiah, buku referensi, hingga penyusunan makalah. Bahkan, ketika berangkat ke kampus, Ayu dijemput oleh Anwariyah. Demikian pula saat pulang ke rumah.
Selama 3 tahun mengeyam bangku perguruan tinggi, Ayu merasa tidak menemui kesulitan. Kemajuan teknologi digital banyak menunjang aktivitasnya di kampus. Ayu dibekali perangkat seperti laptop dan gawai yang didesain khusus untuk tunanetra.
Kini, Ayu sudah menginjak semester 6 dan sebentar lagi akan menempuh program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Jika lulus dari kampus, Ayu bercita-cita menjadi seorang pengajar. Dia ingin membagi ilmu tartil Quran pada anak-anak, maupun teman-teman sesama tunanetra. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post