MENONTON film kartun memang menyenangkan. Animasi gambar bergerak itu selalu identik dengan keceriaan, petualangan, dan visual imajinasi tak terbatas. Namun seiring waktu, produksi film kartun kini lebih bervariasi. Beberapa di antaranya bahkan tidak layak menjadi tontonan anak-anak.
“Banyak kartun yang memuat unsur kekerasaan dan pornografi,” kata Noorca M. Massardi, Komisioner Lembaga Sensor Film (LSF).
Sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak. Jika tidak ada upaya pencegahan, tentu berdampak buruk bagi psikologi anak. Misalnya, adegan ciuman pada film kartun Amerika, serta kartun yang menampilkan gambar berdarah-darah produksi Jepang.
Film-film tersebut tentu berbahaya jika ditonton anak-anak. Sebab, perilaku dasar mereka cenderung imitatif.
“Tidak semua film animasi diberi label Semua Umur, ada yang kita sematkan 13+, 17+, hingga 21+ atau hanya boleh ditonton orang dewasa,” kata Noorca.
Pentingnya mengenali film kartun menjadi salah satu bahasan pada Training of Trainer (ToT) Sahabat Sensor Mandiri LSF di Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Senin 18 Juli 2023. Acara ini dihadiri 50 peserta dari pemuda Karang Taruna, ibu-ibu PKK, guru, dan tokoh agama.
Lewat acara tersebut harapannya masyarakat Kelurahan Winongo dapat membedakan klasifikasi tontonan sesuai umur. Termasuk, menyampaikan wawasan budaya sensor mandiri dalam lingkup kecil atau keluarga. Sehingga, peserta dapat menyeleksi film yang cocok, aman, dan tidak berdampak buruk bagi anak.
Kegiatan ini merupakan program tindak lanjut setelah pada 2022 Kelurahan Winongo ditunjuk LSF sebagai Desa Sensor Mandiri. Warga diajak mempertajam kembali pemahaman terkait budaya sensor.
Para narasumber di kegiatan ini di antaranya H. Maidi, Wali Kota Madiun; Rommy Fibri Hardiyanto, Ketua LSF; Noorca M. Massardi dan Roseri Rosdy Putri, komisioner LSF, serta Dwidjo U. Maksum, Pemimpin Redaksi Kediripedia.com. Para pembicara itu dimoderatori Khairul Fahmi, salah seorang tokoh masyarakat Kota Madiun.
Maidi, Wali Kota Madiun mengapresiasi kegiatan LSF di Kelurahan Winongo. Acara ini sangat penting karena perkembangan teknologi digital harus diimbangi dengan literasi.
“Pemkot Madiun sudah menyediakan fasilitas internet gratis, acara ini bisa membimbing masyarakat agar tidak menyalahgunakan internet,” ujar Maidi.
Sedangkan Rommy Fibri Hardiyanto, Ketua LSF lebih menekankan perlunya membangun kesadaran kolektif masyarakat. Harapannya, mereka dapat memilah dan memilih tontonan sesuai klasifikasi usia secara mandiri.
Di akhir acara, peserta dibekali wawasan membuat konten di media sosial. Sesi ini diisi oleh Dwidjo U. Maksum. Dia menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat tak bisa dilepaskan dari internet. Sehingga, masyarakat harus mengetahui cara memanfaatkan media sosial secara kreatif. Salah satunya, menyebarkan pesan edukatif budaya sensor mandiri melalui konten. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post