GEMURUH suara ribuan orang membahana ketika Iwan Fals naik panggung di Tirtayasa Park, Kota Kediri, Sabtu, 9 November 2024. Musisi bernama asli Virgiawan Listanto itu tampil mengenakan topi, jaket, dan celana serba hitam. Ketika berjalan mendekati penonton, dia mengepalkan tangan lalu memekikkan kata “oiii, oiii, oiii, merdeka”.
“Sekali merah putih tetap merah putih,” kata Iwan Fals disambut teriakan para penggemar.
Di usianya yang menginjak 63 tahun, rambut Iwan sudah memutih, begitu pula kumis dan jenggot lebatnya. Dia membuka pertunjukan dengan lagu Merah Putih. Baru dirilis tahun 2021, ribuan penonton ikut melantunkan tembang bertema nasionalisme itu.
Saat memasuki chorus berlirik Darah dan tulangku, Tak kan luntur, Diterkam waktu: tiba-tiba hujan turun. Namun, kumpulan Orang Indonesia alias Oi, sebutan penggemar Iwan Fals, enggan meninggalkan arena. Untungnya, guyuran hujan tak berlangsung lama. Malam semakin seru ketika ayah tiga anak itu lanjut membawakan lagu-lagu populer miliknya.
“Kita tanam pohon, sambil terus belajar tentang apa lagi yang harus kita kerjakan sebagai jalan keluar bagi bumi yang lestari,” kata Iwan saat mengawali lagu berjudul Tanam Siram.
Ribuan penonton konser pada malam itu berasal dari usia beragam. Mulai dari pemuda berumur 20 tahun hingga 50 tahun ke atas. Menariknya, pengunjung usia muda itu ikut bernyanyi ketika Iwan Fals menyanyikan lagu yang muncul di era 1980 hingga 2000-an. Di antaranya, Barang Antik, Ijinkan Aku Menyayangimu, Jendela Kelas Satu, Rindu Tebal, Kupaksakan untuk melangkah, Mata Indah Bola Pimpong, Buku Ini Aku Pinjam, Hio, dan Pesawat Tempur.
Karya-karya musisi balada itu beredar melintasi zaman. Layaknya trubadur, setiap lagu yang dia ciptakan selalu memiliki makna mendalam. Lirik-lirik bertema lingkungan, kritik sosial, politik, hingga percintaan bahkan masih relevan dengan kondisi sekarang. Sepanjang karirnya, Iwan Fals memang salah satu musisi yang peka terhadap perubahan. Album-album yang digarap sering berkolaborasi dengan musisi lintas genre serta penyanyi muda.
Konser bertajuk Gaung Merah SeGALAnya itu merupakan tour yang diprakarsai oleh PT. Gudang Garam Tbk. Pementasan di berbagai daerah di Indonesia ini rencananya akan diselesaikan setelah mencapai 25 kota yang sudah dijadwalkan.
“Acaranya seru, setelah sekian lama hanya mendengar lagunya sekarang bisa nonton langsung sang idola,” kata Ahmad Nasirul Fuad, penggemar Iwan Fals dari Kediri.
Alumnus Universitas Brawijaya itu mengaku mulai tertarik mendengarkan musik Iwan Fals sejak usia sekolah dasar. Hal itu bermula pada era kaset VCD yang diputar bersama kakaknya setiap hari. Selain itu, kedatangan Iwan Fals di Kediri menjadi ajang silaturahmi Oi dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Perjalanan musik Iwan Fals dimulai sejak dia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dia sering ngamen untuk mengasah kemampuan bermain gitar dengan menyanyikan lagu ciptaannya sendiri. Lagu-lagu tersebut kemudian dikemas menjadi album Amburadul. Album tersebut digarap bersama dengan Toto Gunarto, Helmi Bafen, dan Bambang Bule. Namun sayang, album debutnya tidak laku di pasaran.
Setelah beberapa kali mengalami kegagalan, karya musisi lulusan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP) mulai diminati masyarakat pada album Sarjana Muda. Saat menggarap Lagu-lagu tersebut dia bekerja sama dengan Musica Studio pada tahun 1980-an. Dari album yang berisi 10 lagu tersebut dia sering mendapat tawaran konser di berbagai daerah maupun tampil di televisi.
Selanjutnya pada 1990, Iwan Fals berkolaborasi dengan Sawung Jabo, Naniel, Nanoe, dan Innisiri mendirikan grup musik Swami. Dari band itulah lahir lagu populer seperti Bento, Bongkar, dan Badut. Kerjasama itu berlanjut hingga melahirkan album Swami 2 pada 1991.
Bersamaan dengan Swami, pada tahun 1990 Iwan tergabung dalam Kantata Takwa yang juga berkolaborasi dengan seniman dan musisi. Misalnya, Sawung Jabo, Jockie Surjoprajogo, Setiawan Djodi, dan didukung W.S. Rendra sebagai penyair dan sastrawan Indonesia. Beberapa lagu yang dihasilkan di album ini kemudian digunakan dalam film Kantata Takwa.
Sinergi para musisi itu dilanjutkan dengan melahirkan album Kantata Samsara pada 1998, dan Kantata Revolvere pada 2000. Hasil kolaborasi ini menjadikan nama Iwan Fals semakin melambung. Sampai saat ini, musisi kelahiran 1961 itu telah menghasilkan 185 lagu.
Meski namanya mentereng, Iwan Fals tetap konsisten berkolaborasi dengan musisi. Pada tahun 2015 dia tampil dengan Bram Makahekum, dedengkot Kelompok Musik Kampungan. Konser yang bertajuk “Nyanyian Bangsa” tersebut digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Setelah berkolaborasi dengan beberapa musisi, kini Iwan Fals tampil dengan band pengiring yang diisi para anak-anak muda. Di antaranya, Raya Rambu Rabbani pada posisi drum, Ardy Siki pada bass, Zulqi Lael Ramadhana posisi lead gitar, Arda Sugarda pada keyboard, dan Alwan pada suling serta biola.
Raya Rambu Rabbani merupakan anak bungsu pasangan Virgiawan Liestanto dengan Rosana. Dia adalah adik dari Galang Rambu Anarki dan Annisa Cikal Rambu Basae. Bergabungnya Raya semakin menguatkan energi Iwan untuk melanjutkan karya.
Hadir ke tengah masyarakat lebih dari 30 tahun, dia tidak hanya bermain dengan satu genre musik. Beberapa genre seperti, pop, rock, country, dan folk pop, menjadikan karyanya bisa diminati oleh seluruh kalangan. Berkat kreatifitasnya Iwan Fals tercatat dalam “25 artis terbesar sepanjang masa versi Majalah Rollingstone Indonesia”.
Iwan Fals bukan hanya sekadar legenda hidup musik Indonesia. Dia adalah ikon masyarakat yang karya-karyanya menembus lapisan zaman. Dari era ke era, penggemarnya terus tumbuh. Seperti trubadur, pengelana yang membacakan puisi-puisinya di jalanan, dia masih kokoh di panggung konser di usianya yang tak lagi muda. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post