Tantangan pendakian menuju kawah kini menjadi daya tarik baru wisata Kelud di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.
Suara ayam berkokok bersahutan, ketika saya terjaga. Di balik jendela kamar, langit masih gelap. Masih dibalut kantuk. Saya menarik selimut rapat.
Samar, dari mata yang sedikit terkatup, terlihat jarum pendek jam dinding menunjuk angka empat. Saya terhentak. “Waduh kesiangan!”
Kantuk mendadak hilang. Secepat kilat, saya berkemas. 15 menit berselang, dengan gas pol, motor saya membelah jalanan sepi ke arah timur. Sesuai janji, pukul 04.30 Minggu (27/09/2015) itu, saya harus di rest area 2 Kelud.
Langit mulai cerah. Semburat merah mulai menyeruak di sela-sela puncak Gajah Mungkur, ketika saya tiba di pelataran rest area 2. Alhamdulillah, saya bernafas lega. Rombongan yang berkemah di pelataran parkir semalam masih packing.
“Siap berangkat mas?” saya menyapa Ari Kusdwianto, koordinator guide yang akan memandu rombongan.
“Sebentar lagi, ” jawab pria berambut gondrong yang juga ketua FPTI (Federasi Panjat Tebing Indonesia) Kediri ini tersenyum.
Saya masih sempat ke toilet, saat Ari memberikan arahan pada sekitar 15 karyawan Bank Mandiri. Dua pekan sekali, tim guide yang dipimpin Ari ini punya program berkemah yang disambung keesokan harinya, pendakian menuju ke kawah.
Tarif hanya Rp 50 ribu untuk satu wisatawan dengan sejumlah fasilitas. Setelah berkemah semalam, wisatawan didampingi masuk ke kawasan yang sejatinya terlarang untuk wisatawan umum. Juga disediakan satu botol air mineral besar dan masker. Lima wisatawan akan didampingi satu guide. Pendakian ke kawah dengan pendampingan guide ini menjadi daya tarik wisata baru Kelud.
Setelah memarkir motor di jembatan gantung, kami menyusuri jalan beraspal yang penuh lubang, bekas lontaran material letusan Kelud. Satu kilometer berselang, kami tiba di pagar batas akhir wisatawan umum di tepi puncak Gajah Mungkur. Di baliknya, pucuk Kelud menyembul. Dari kejauhan, Sumbing terlihat samar.
Kini menyusuri sisa aspal sekitar 10 cm yang lolos dari timbunan pasir. Mungkin sengaja diuruk untuk jalur para pendaki.
Di sebelah kiri, tebing puncak Gajah Mungkur menjulang. Di sebelah kanan tebing menurun yang landai, menuju jalur lahar. Panorama dataran rendah membentang. Deretan rumah, pepohonan dan sawah lamat-lamat terlihat dipayungi deretan awan yang bergerak perlahan.
Selanjutnya, kami menuruni jalan terjal, penuh bebatuan. “Medannya sudah banyak berubah mas. Padahal, baru dua minggu,” kata Ari. Dua pekan yang lalu kami juga kemari.
Ya, medannya kali ini lebih curam. “Di puncak ‘kan baru hujan. Banyak batu dan pasir yang turun.” Ari menunjuk beberapa jalur yang berubah. Saya berhenti sesaat, menikmati panorama yang eksotis. Liukan jalur lahar yang masih gersang. Hamparan pasir yang membentang.
Setelah tanjakan menurun tajam, gilirannya mendaki. Jalur ini sudutnya sekitar 70 derajat. Guide terlebih dulu naik, lalu mengulurkan tali. Dengan bantuan tali, kami mendaki jalur curam ini. Inilah pentingnya guide yang bertanggungjawab atas keselamatan pengunjung.
Setelahnya, kami menyusuri ‘padang pasir’. “Itu bekas terowongan.” Telunjuk Ari mengarah pada bekas kawat yang bersemburat di balik timbunan pasir. Semakin dekat, tebing sumbing kian terlihat. ‘Tekstur’ batuan andesit Sumbing yang khas memang ngangeni. Indah, betul-betul eksotis.
Sejam lebih perjalanan, akhirnya kami di tepi kawah. Kubah lava, anak gunung Kelud itu telah lenyap. Kini hanya ada kubangan besar di bawah pucuk Kelud. Sedikit asap belerang dari kawah mengangkasa. Kawah ini diapit tiga puncak; Gunung Kelud, Gajah Mungkur dan Sumbing. Matahari sudah merangkak naik, persis di atas puncak Kelud. Panorama yang betul-betul wow.
Sebelum letusan kelud 2014, anak Gunung Kelud menjadi primadona wisata Kabupaten Kediri. Saat itu, akses menuju anak gunung sangat mudah dicapai. Setelah memarkir kendaraan, kita tinggal berjalan melintasi terowongan. 10 menit berselang tiba di depan anak gunung.
“Dulu kita bisa tiba di depan kawah dengan mudah, sekarang harus mendaki. Ini menjadi tantangan tersendiri yang mengasyikkan,” ungkap Kokok, salah seorang wisatawan.
Rasa lelah mendaki ini dibayar lunas dengan pemandangan elok di tepian kawah. Waktu sejam lebih di sekitar kawah kami manfaatkan semaksimal mungkin. Sekadar motret atau merekam video.
Puas menikmati kawah, kami beranjak pulang. Menyusuri jalan tadi. Menurun dengan curam, dibantu tali. Sementara, di depan pintu pagar batas larangan Kelud yang tergembok, pengunjung mulai ramai. Dari kejauhan tampak seperti segerombolan semut. Perjalanan masih panjang. (danu sukendro)
Guide : Ari Kusdwianto (081234042399)