MASA lalu, acap kali menjadi persinggahan dalam meniti hidup sehari-hari. Kenangan, angan-angan, mungkin juga catatan: adalah penanda waktu telah berlalu. Sulit mengingat secara persis, kecuali ada benda-benda yang mampu membawa kenangan-kenangan itu kembali. Maka, patut disyukuri jika ada orang-orang yang tekun mengumpulkan barang-barang dari masa yang telah lewat. Mereka bisa menjadi sumber inspirasi yang kuat.
Pasar Loak Kaliombo di Jalan Padang Padi, Kota Kediri, Jawa Timur adalah tempat berkumpulnya para pedagang barang bekas, benda-benda dari masa lalu. Mata dagangan yang mereka tata di lapak-lapak, hampir semuanya barang yang telah terpakai. Jika ada yang baru, jumlahnya tak lebih dari sepuluh persen dari seluruh dagangan.
Seperti lazimnya pasar loak, tidak ada aturan baku tentang kategorisasi jenis barang yang diperjualbelikan. Hal-hal berkaitan dengan urusan dapur seperti kompor gas beserta perlengkapannya, mudah ditemukan di Pasar Kaliombo. Berbagai jenis onderdil otomotif, mulai dari printilan dapur pacu, kelistrikan, lampu, body, accu, sampai ban bekas, banyak mewarnai lapak para pedagang.
Piranti berbasis elektrik seperti radio, tape, kipas angin, seterika, hingga mainan anak-anak, nyaris lengkap tersedia. Perlengkapan sepeda pancal, arloji, pakaian, dan kaset-kaset pita, mudah ditemui. Alat-alat pertanian dan pertukangan seperti pacul, arit, cetok, linggis, gergaji, ketam, dan gancu juga ada. Buat penghobi barang antik atau kuno, tentu menjadi tantangan tersendiri untuk menemukan idaman hati di semak-belukar barang-barang berserak.
Beberapa pedagang memang ada yang khusus menyediakan benda-benda antik seperti lukisan, keris, jimat, akik, bebatuan bahan akik, mata uang kuno, jampi-jampi, patung, dan lain-lain. Peralatan lawas seperti seterika arang, gembok, dan berbagai mata kunci kuno membuat pasar makin meriah.
“Kepentingan pengunjung beragam. Ada yang sekadar jalan-jalan, ada juga yang memang mencari barang yang dibutuhkan,” kata Sofyan Baros, salah satu pedagang, Selasa, 6 Oktober 2015.
Lelaki jomblo kelahiran 1979 ini punya passion berdagang barang vintage. Lapaknya dipenuhi beraneka barang produk masa lalu. Mulai perlengkapan sepeda kuno, helm lawas, lampu kapal, sabuk, aksesoris sepeda onthel, emblem, logo berbahan enamel, borgol, radio, dan akik, rapi terpajang. Harganya? “Bisa dinegosiasikan, yang penting sama-sama senang,” kata lelaki yang lebih suka disapa Baros alias bakul rosok.
Menurut dia, para pedagang di Pasar Kaliombo semuanya berasal dari loakan di tepi Jalan Sriwijaya dan Pati Unus. Mereka pedagang kaki lima di kawasan yang sejak lama populer disebut loakan Sripati (Sriwijaya – Pati Unus). Dua tahun lalu, tepatnya tanggal 25 November 2013, mereka direlokasi ke Pasar Kaliombo oleh Pemerintah Kota Kediri karena dianggap mengganggu lalu lintas.
Saat itu Pasar Kaliombo adalah pasar mati, tak berpenghuni. Tidak semua bisa tertampung, sehingga diundi. Yang memenangi undian tak ditarik sewa tempat. Hanya, tiap bulan wajib membayar iuran Rp 15 ribu per lapak, untuk biaya kebersihan dan keamanan.
Supriyanto, tukang arloji di dekat pintu masuk pasar, berkisah, kepindahan ke Kaliombo merupakan ujian berat. Berbulan-bulan berdagang, nyaris tidak ada pembeli datang. Berbeda dengan ketika masih di Sripati yang merupakan jalur lalu lalang orang lewat. “Omzet penjualan pedagang alat pertukangan bisa mencapai Rp 5 juta per hari,” kata lelaki berumur 45 tahun itu.
Begitu pindah ke Kaliombo, masa paceklik menjadi hari-hari yang harus dilewati. Memasuki tahun kedua, baru mulai terasa kunjungan pembeli. Sekarang juga masih sepi, tapi sudah mulai dikenal warga Kediri dan sekitarnya. Dulu, ketika masih mangkal di Sripati, Supriyanto bisa membawa pulang uang hingga Rp 500 ribu. Sekarang mengantongi Rp 50 ribu saja sudah lumayan.
Meskipun Sripati sudah menjadi kawasan terlarang, masih banyak pelanggan terus bertandang. Mereka tidak tahu jika loakan kaki lima pindah ke Kaliombo. Bahkan tempatnya pun mereka tidak tahu. “Agar mereka tak kecewa, saya sering memenuhi servis panggilan ke rumah pelanggan,” kata Supriyanto. “Entah kenapa, pengunjung yang dulu tiap hari membanjiri Sripati jadi ogah ke Pasar Kaliombo.”
Kini, ada sekitar 50 pedagang bertahan di Pasar Kaliombo. Beberapa memilih menutup lapaknya, kembali berdagang di jalanan. Resikonya, dikejar-kejar petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Pemerintah Kota Kediri. “Teman-teman yang bertahan percaya, akan tiba masanya pasar ini ramai,” kata Mul, pedagang yang kerap membantu pedagang batu akik karena lapaknya sepi.
Tiap hari, dia terus membuka lapaknya. Mul yakin, di zaman yang serba cepat berubah, benda-benda masa lalu akan dicari. Banyak kenangan yang tak bisa ditukar dengan barang baru yang terus hadir. Agar Mul makin teguh dengan keyakinannya, mungkin dia perlu ditengok. Siapa tahu benda-benda masa lalu di Pasar Loak Kaliombo adalah mata air inspirasi yang tak pernah basi.(Dwidjo U. Maksum)
Nomor Kontak Pedagang Pasar Loak Kaliombo:
Sofyan Baros : 081332134333, pin bbm 320EBA9B
Supriyanto : 081232013842