• HEADLINES
  • BISNIS
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA
Sunday, 17 August 2025
Kediripedia.com
  • HEADLINES
  • BISNIS
    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Warga Kota Kediri Kini Bisa Mengurus Izin Usaha di Kantor Kelurahan

    Uji Keamanan Pangan di Tengah Bulan Puasa

    MinyaKita Tak Sesuai Takaran Ditemukan pada Sidak di Pasar Kota Kediri

  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA
No Result
View All Result
  • HEADLINES
  • BISNIS
    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Warga Kota Kediri Kini Bisa Mengurus Izin Usaha di Kantor Kelurahan

    Uji Keamanan Pangan di Tengah Bulan Puasa

    MinyaKita Tak Sesuai Takaran Ditemukan pada Sidak di Pasar Kota Kediri

  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA
No Result
View All Result
Kediripedia.com
Home KULTUR

Jaranan Jowo, Kuda Lumping Asli Kediri yang Dekat dengan Kaum Tani

11 Jul 2024
in KULTUR
Reading Time: 3 mins read
0
Jaranan Jowo, Kuda Lumping Asli Kediri yang Dekat dengan Kaum Tani

Pertunjukan Jaranan Jowo di Desa Butuh, Kras, Kabupaten Kediri. (Foto: FB Dedehan channell)

ENAM lelaki masing-masing menjepit kuda kepang di antara kedua kaki. Saat alunan musik tradisional Jawa dimainkan, mereka mulai menari sambil menghempaskan pecut ke tanah. Tak seperti umumnya pertunjukan jaranan, para pemain itu tak berdandan ala prajurit kerajaan. Mereka hanya memakai kaos oblong, celana pendek berjarik, ikat kepala, serta tanpa riasan wajah.

Kesenian kuda lumping asal Kediri, Jawa Timur ini disebut Jaranan Jowo. Penggalan atraksi itu tergambar pada video dokumentasi milik Subagio, pengurus Jaranan Turonggo Jawi. Kelompok ini tampil pada Senin, 8 Juli 2024 di Desa Butuh, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri.

Jelajahi pustaka Kediripedia

Menguak Istana Kerajaan Kediri yang Hilang di Kawasan Pecinan

Bahtsul Masail Ponpes Besuk Pasuruan Haramkan Sound Horeg

Misteri Aksara Kuadrat yang Tak Terpecahkan di Dinding Gua Selomangleng

Di kawasan Kediri, Jaranan Jowo digelar sebagai ungkapan rasa syukur para petani. Biasanya, tradisi ini ditampilkan saat memasuki masa panen padi, jagung, dan palawija. Pada era kolonial Belanda, kesenian ini kerap menjadi pentas pembuka saat buka giling di pabrik gula.

“Pertunjukan jaranan ini juga sering diadakan untuk acara bersih desa di bulan Suro,” kata Subagio, Rabu, 10 Juli 2024.

Menurut pria 69 tahun itu, pagelaran Jaranan Jowo bukan sekadar kesenian maupun hiburan. Di baliknya terdapat ritual menolak berbagai musibah, serta rasa syukur atas hasil panen. Selain itu, jaranan dipentaskan sebagai pemenuhan nazar setelah berhasil melakukan sesuatu.

Konsep pementasan Jaranan Jowo diiringi alat musik seperti kendang, kenong, gong, terompet, dan angklung. Ketika musik dimainkan, alunannya terdengar tanpa pola nada. Lagu yang dinyanyikan sinden juga tidak mengadopsi lagu-lagu dangdut, campur sari, dan shalawat seperti pentas kuda lumping modern.

Anggota kelompok Jaranan Turonggo Jawi. (Foto: Bagio)

“Pertunjukan dimulai pada pagi hari, diawali ritual selamatan terlebih dahulu,” kata Bagio.

Selamatan digelar sebagai doa agar acara berjalan lancar, serta membuka pintu interaksi dengan leluhur. Aneka sesajen diletakkan di dalam rumah, atau halaman tempat berlangsungnya pertunjukan. Sejumlah sesajen itu di antaranya jajanan, nasi putih, lauk, jeroan ayam, bumbu dapur, rokok klobot, dan kinang. Sedangkan yang ditaruh di luar rumah yaitu pisang raja, gula merah, kelapa, nasi buceng, ingkung ayam, jenang merah dan putih, badek tape, kaca, dan sisir rambut.

Setelah persembahan lengkap, pagelaran baru bisa dimulai. Pada babak pertama enam orang penunggang kuda kepang melakukan tari tayuman. Adegan berlanjut dengan atraksi joget kembar yang menampilkan dua penari dengan gerakan yang sama. Tarian tersebut dilanjutkan dengan rampok barongan, kemudian diakhiri lewat babak rampok celeng atau biasa disebut Perang Kalasrenggi.

Para pemain musik, sejumlah properti, dan sesajen pada kesenian Jaranan Jowo. (Foto: Bagio)

“Kesenian Jaranan Jowo sangat lekat dengan folklor kedewataan,” kata Dekky Susanto, Pengurus Seni Tari dan Jaranan, Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4).

Lebih lanjut Dekky menjelaskan, pementasan itu menceritakan doa para petani agar musim pagebluk tidak terjadi terlalu lama. Permintaan tersebut ditujukan kepada Naga Basuki (Dewa Penolong) yang disimbolkan oleh barongan. Usai permohonan tersampaikan, Dewi Sri Sedana turun dari kayangan dengan membawa biji-bijian. Ketika biji-biji ditanam, muncullah hama yang diperankan oleh celeng (babi hutan). Fragmen cerita ditutup dengan para petani yang sigap mengusir hama celeng dengan menaiki kuda.

Menurut Pria 42 tahun itu, kesenian yang mengangkat kisah para dewa bisa jadi sudah dilakukan sejak era kerajaan. Sehingga, pementasan ini termasuk salah satu kesenian berumur tua yang masih bertahan. Pada tahun 2023, Jaranan Jowo dipatenkan sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) milik Kabupaten Kediri.

Saat ini, terdapat 10 paguyuban Jaranan Jowo di Kabupaten Kediri yang masih melestarikan seni tari tradisi leluhur itu. Rata-rata kelompok tersebut berada di kawasan Kediri Selatan. Sepuluh paguyuban itu adalah Turonggo Sakti, Turonggo jawi, KSB, Karyo Mudo, Turonggo Jati, Turonggo Joyo, Satrio Mudo, Kresna Mulang Budaya, Ragil Budoyo.

Menurut Dekky, Jaranan Jowo harus terus dilestarikan. Selain mengandung nilai kearifan lokal masyarakat agraris, Jaranan Jowo merupakan kesenian klasik asli Kediri yang menjadi cikal bakal beragamnya pertunjukan kuda lumping. (Dimas Eka Wijaya)

Tags: #headline#Kediri
Previous Post

Serial Sumo Bawuk 4: Sumo Bawuk Dianggap Kambing Hitam Kasus Perkosaan Massal

Next Post

Serial Sumo Bawuk 5: Stigma Negatif Sumo Bawuk Menyandera Warga Sekitar Hingga Kini

Next Post
Serial Sumo Bawuk 5: Stigma Negatif Sumo Bawuk Menyandera Warga Sekitar Hingga Kini

Serial Sumo Bawuk 5: Stigma Negatif Sumo Bawuk Menyandera Warga Sekitar Hingga Kini

Jazz yang Sunyi di Kota Tulungagung

Jazz yang Sunyi di Kota Tulungagung

Discussion about this post

JELAJAHI

  • BISNIS (108)
  • DESTINASI (99)
  • EDUKASI (86)
  • KOMUNITAS (196)
  • KULTUR (208)
  • PEOPLE (228)
  • SURYAPEDIA (84)
  • Uncategorized (6)
  • Video (2)
Kediripedia.com

© 2022 PT. KEDIRIPEDIA MEDIA UTAMA

KERJASAMA

  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber

SOSIAL MEDIA

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • HEADLINES
  • BISNIS
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA

© 2022 PT. KEDIRIPEDIA MEDIA UTAMA