Sejumlah kalangan percaya bahwa cita rasa makanan mampu merepresentasikan identitas atau pun budaya suatu daerah. Maka wajar saja bila sebagian orang lebih dulu mengenal Kediri, Jawa Timur, dari pengangan yang mereka santap seperti Tahu Takwa atau Getuk Pisang. Padahal mereka sekalipun belum sempat singgah ke wilayah yang diapit gunung Kelud dan Wilis itu.
Adapun jika kesempatan singgah atau mudik ke Kediri akhirnya tiba, berikut ragam kulinernya yang menggiurkan untuk dicicipi.
Soto Branggahan
Soto ayam kampung berkuah santan kelapa ini, dijajakan oleh puluhan warung yang berjajar di pinggir Jalan Raya Branggahan, Desa Branggahan, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Lokasinya startegis, mengingat berada pada jalur propinsi yang menghubungkan kota Kediri dan Tulungagung. Mangkuk mungil sebagai wadah penyajian, melengkapi kekhasan rasa sotonya yang melekat di lidah penggemar kuliner Indonesia. Jika tertarik mencicipinya, cukup dengan merogoh kocek rata-rata Lima Ribu Rupiah seporsi.
Bekicot Djengkol
Djengkol adalah nama Dusun di Desa Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri. Mayoritas warganya mulai membuka warung sate bekicot sekitar tahun 1970-an. Sentra olahan daging siput itu hanya berjarak kurang lebih tiga puluh menit dari pusat Kota Kediri. Selain sate, Krengsengan Bekicot menjadi menu favorit pelanggan yang kebanyakan dari luar kota. Rata-rata saban warung sate 02 tersebut membandrol harga per porsinya minimal Sepuluh Ribu Rupiah.
Soto Bok Ijo
Sama halnya dengan Soto Branggahan, soto ayam kampung yang juga lazim disebut dengan Soto Tamanan ini, berkuah santan kelapa. Namun tertuang dalam mangkuk besar, dengan harga hanya Lima Ribu Rupiah. Adapun pelengkap soto, seperti tauge, jeruk nipis, cabe rawit atau pun kecap disaji terpisah.
Tiap warung Bok Ijo selalu menyediakan menu tambahan, berupa ayam bakar yang ditawarkan per potong sesuai selera pembeli. Mulai dari kulit, sayap, paha dan lain-lain.
Kedai pengolah kaldu ayam tersebut banyak tersebar di wilayah Kelurahan Tamanan, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Namun Bok Ijo “Pak No” adalah penyedia Soto Tamanan yang “aromanya” tersohor bagi kalangan kulinari Kediri. Buka 24 jam di lingkup terminal baru Kota Kediri.
Pecel Dhoho
Menu pecel cukup lumrah dijumpai pada kedai-kedai makan di pelosok Jawa Timur. Tak luput juga dengan Kediri. Butuh beberapa waktu untuk menghitung total jumlah warung Pecel dan Tumpang di seantero Kediri. Hingga tiap orang memiliki warung “andalannya” sendiri.
Penjaja nasi Pecel dan Tumpang yang menguasai hampir keseluruhan trotoar Jalan Dhoho, Kota Kediri, termasuk yang paling masyhur, utamanya masyarakat luar kota. Pada hakikatnya, Pecel Dhoho bagian dari destinasi wisata kuliner malam hari di Kediri. Biasanya buka mulai pukul delapan malam, selepas berhentinya aktivitas toko-toko di pusat perbelanjaan kota terluas ketiga se-Jawa Timur ini.
Dibanding dengan pecel Madiun atau Ngawi, sambal pecel Kediri dan sekitarnya cenderung lebih lembut dan pedas. Porsinya berwadahkan pincuk daun pisang, digenapi bersama urap-urap, tahu-tempe dan rempeyek yang renyah. Lauk tambahan seperti jeroan, tempura, telor dadar pasti tersedia. Tinggal dipilih sesuai selera.

Tahu Takwa
Tidak berlebihan Kota Kediri menyandang predikat Kota Tahu. Sejak pertama muncul pengusaha penganan berbahan dasar kedelai ini pada awal tahun 1900, kini terdapat puluhan perusahaan tahu skala menengah telah berkembang pesat. Bahkan lebih dari 20 industri tahu tanpa merk tumbuh subur di tepian Sungai Brantas itu. Tahu Kuning atau Tahu Takwa paling dipuja pembeli daripada Tahu Putih atau biasa dinamakan Tahu Pong.
Kios-kios Tahu Takwa Kediri marak ditemui di sepanjang jalan Yos Sudarso dan Pattimura Kediri. Rata-rata harga ditawarkan mulai dari Rp15.000,00, pembeli bisa memilih oleh-oleh dari merk tahu sesuai selera. Seperti POO, Pong, LYM, LTT, Surya, Mickey Mouse, Panglima, LTH atau Hayam Wuruk. Sebagai pelengkap, tersedia juga Stik Tahu yang terkenal renyah dan Getuk Pisang yang dikemas dengan beberapa ukuran.
Industri Tahu Takwa Kediri lahir atas pelopor sosok Tionghoa bernama Lauw Soen Hoek, yang lebih dikenal sebagai Bah Kacung. Gerainya sampai hari ini masih tegak berdiri di Jalan Trunojoyo, Kota Kediri. (Naim Ali)