TUBUH MZ lemas, tatapan matanya kosong. Dia masih tak percaya jika kedua anaknya meninggal di tangan istrinya sendiri pada Selasa dini hari, 3 September 2024. MB, pelajar kelas 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan BN, siswa kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) tewas akibat dianiaya menggunakan benda tajam oleh IN, ibu kandung mereka.
Usai menjalani pemeriksaan di Polres Kediri Kota pada jam 14.00 WIB, MZ bahkan tak sanggup berjalan. Dia harus dibopong tetangga saat hendak mendekat ke jenazah buah hatinya yang disemayamkan di Musholla Al-fuadiyyah. Kejadian yang berada di RT 01, RW 06, Kelurahan Manisrenggo, Kota Kediri ini juga menghebohkan warga. Prosesi pemakaman kedua bocah itu diiringi isak tangis masyarakat sekitar.
“Warga tak mendengar kegaduhan, ketika warga mendekat ke lokasi kedua anak itu sudah meninggal,” kata Suwarno salah satu tetangga korban, Selasa, 3 September 2024.
IN melakukan aksi penganiayaan itu menjelang subuh. Kejadian ini pertama kali diketahui oleh MZ, dia terbangun ketika mendengar suara rintihan. Dia kemudian melihat anaknya yang sudah bersimbah darah di kepala, sedangkan istrinya memegang sebilah parang.
Tetangga terdekat tak menyangka jika IN tega membunuh anaknya. Rumah keluarga itu berada di ujung gang area sekolah, tepatnya di bawah rerimbunan pohon bambu. Selama ini, tidak terdengar kegaduhan pada keluarga tersebut. MB dan BN sebelumnya juga tak tampak mendapat ancaman maupun kekerasan oleh IN.
Bagi warga, MB merupakan anak yang taat agama. Selain rutin mengumandangkan adzan ashar, maghrib, dan isya, dia juga kerap mengikuti kajian agama yang digelar di mushola dekat rumahnya. Remaja 14 tahun itu juga giat berlatih pencak silat Pagar Nusa serta mengikuti jamaah shalawat.
“Saya tak menyangka seorang muadzin dibunuh oleh ibu kandungnya sendiri,” kata Suwarno.
Penganiayaan terhadap MB dan BN diduga didasari oleh gangguan kejiwaan yang dialami IN. Warga berasumsi, IN mengalami depresi karena faktor ekonomi.
Menurut Suwarno, untuk bertahan hidup IN memang menanggung semua kebutuhan keluarga. Sehari-hari, dia berjualan jajanan di area sekolah. Namun, beberapa bulan terakhir dia tak terlihat berdagang, dan suaminya sudah berhenti kerja selama bertahun-tahun.
Keadaan keluarga ini terlihat kurang berkecukupan. Keluarga MZ termasuk penerima program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
“Di hari biasa, IN tidak terlihat seperti orang yang mengalami depresi,” kata Suparmanto, Ketua RT 01, RW 06 Manisrenggo.
Menurutnya, sehari-hari dia tetap terlihat sopan dan tak pernah melakukan kekerasan. Namun jika diajak berkomunikasi terkadang tidak mengarah pada pembicaraan. Jadi kadang kambuh, kadang normal.
Setelah melakukan penganiayaan, MZ segera mengungsikan IN ke rumah mertuanya yang berjarak 20 meter dari rumahnya. Dia terlihat linglung setelah sadar melakukan perbuatan kejam kepada anaknya.
Ketika Suparmanto mendekati IN, dia menjabat tangan dengan ketua RT tersebut. Dia meminta maaf tapi wajahnya cemberut. Sehari usai kejadian naas itu, garis polisi masih terpasang mengelilingi halaman rumah MZ. Sekolah di dekat lokasi kejadian juga diliburkan. Warga sekitar masih berduka atas kematian MB, pelajar pengumandang adzan dan BN, adiknya, yang dibunuh oleh ibu kandungnya sendiri.
Pihak kepolisian masih menyelidiki lebih lanjut kasus tersebut. Terduga pelaku sudah diamankan, dia belum bisa dimintai keterangan dan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post