KETIKA gardu pantau kereta tebu Belanda hancur akibat tertimpa pohon besar, plakat bertuliskan “DJIBOEN 31 AUGUSTUS 1930”, hilang. Namun, prasasti yang menjadi ikon kawasan Kediri Selatan ini tengah diupayakan kembali ke tempat asalnya di Perempatan Jimbun, Desa Pule, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri.
Warga bersama pemerintah desa kini sedang menelusuri keberadaan plakat berbahan marmer itu. Jika benda bersejarah ini berhasil didapatkan, rencananya akan dijadikan ornamen sebuah monumen.
“Plakat itu amat berharga bagi kami, selain sarat dengan kisah sejarah kejayaan industri gula, juga menjadi penanda lahirnya kawasan Jimbun,” kata Dendik Ruliyanto, salah seorang warga Desa Pule, Selasa 7 Desember 2021.
Proyek monumen nantinya didirikan di atas bekas reruntuhan pos pantau Belanda. Keputusan membangun sebuah tugu pengingat dihasilkan bersama rapat antara warga dan Pemerintah Desa Pule. Monumen yang akan dibangun tahun 2022 itu dibiayai sepenuhnya dari dana desa.
Usai hancur pada 2017, sebidang tanah di timur Perempatan Jimbun kini hanya menyisakan lantai dan bongkahan batu bata. Dengan berdirinya tugu pengingat, selain mempercantik area sekitar, juga mengembalikan Jimbun sebagai ikon kawasan.
“Plakat Jiboen sudah puluhan tahun menjadi identitas daerah Kediri Selatan,” ujar Dendik.
Dari penelusuran Kediripedia.com pada Maret 2021, prasasti “DJIBOEN 31 AUGUSTUS 1930” itu tidak hilang. Benda yang kondisinya kini pecah menjadi tiga bagian tersebut berhasil diselamatkan Ganang Widiyanto Kakiyat. Dia adalah jurnalis radio yang kini berdomisili di Bandung.
Usai mendengar informasi jika Pos Pantau Jimbun runtuh, Ganang meminta bantuan warga agar plakat segera diamankan. Kala itu, dia mengatakan jika suatu saat benda tersebut hendak diambil pemerintah ataupun instansi terkait lainnya, dia tidak keberatan menyerahkan plakat.
Ganang merasa barang itu amat berharga sehingga harus disimpan. Sebab, seratus tahun lalu sirkulasi lokomotif uap pengangkut tebu yang melintas di Perempatan Jimbun tergolong padat. Jika memasuki musim giling di musim kemarau, lalu lalang lori tebu silih berganti, bahkan hampir 24 jam.
Perempatan Jimbun dipilih sebagai pos pantau karena berada di lokasi strategis. Posisinya terletak di tengah 4 titik pusat komoditas perkebunan tebu. Jika ke arah utara menuju Kediri Kota dan Pabrik Gula Pesantren, arah selatan ke Pabrik Galoehan dan Blitar. Sedangkan ke timur menuju perkebunan Sumber Lumbu dan Djengkol Plosoklaten, dan arah barat ke Pabrik Gula Ngadirejo.
Hal itu yang menjadi alasan konstruksi bangunan pos pantau Djiboen dibuat cukup luas. Keberadaan plakat ini menjadi bukti kuat jika Kediri di masa lalu menjadi bagian dari lingkaran komoditas raksasa industri tebu.
“Kini kami sedang menanyakan keberadaan pasti plakat itu, semoga saja tidak hilang atau dijual,” kata Dendik. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post