DI tengah arena hall Hotel Arya Duta, Makassar, Indira Maureen Rheifa memasang kuda-kuda dengan kokoh. Mata gadis cilik yang akrab dipanggil Reva ini menyorot tajam. Tiba-tiba, kaki kirinya penuh tenaga melakukan tendangan kikome ke samping, sejajar dengan kepala. Tangan kiri yang mengepal di pinggang kiri membuka, lalu melingkar ke pinggang kanan.
“Eaaaa!!!” Teriakan keras dibarengi dua pukulan gyaku-tzuki (lurus ke depan). Gerakan ini mengakhiri kata Gankaku yang diperagakan Reva pada final nomor karate kata perorangan pada ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) SD tingkat nasional.
Yame. Istirahat, dua kaki sejajar. Dua kepalan tangan menjuntai ke bawah. Keringat membasahi kening Reva. Hatinya berdebar menanti pengumuman. Untuk meraih emas, dia harus mengalahkan rivalnya yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Sesaat kemudian, lima juri yang melingkar kompak memenangkan Reva. Siswa kelas 5 SD Plus Rahmat Kota Kediri ini menang telak.
Spontan, Reva sujud syukur di tengah arena. Denok Eke Wahyuningtyas dan Prasetyo Wibowo menyambut sang buah hati dengan pelukan. Denok terisak haru. Hari itu, Sabtu, 8 Agustus 2015, Reva yang mewakili Jawa Timur memperoleh medali emas dalam O2SN karate tingkat nasional. Dia juga memperoleh hadiah uang Rp 3 juta. “Senang, bangga dan nggak nyangka,” ungkap Reva menggambarkan perasaannya saat memperoleh penghargaan nasional itu.
Sebelum mencapai final, Reva membukukkan kemenangan sempurna 5-0 atas karateka Nusa Tenggara Barat dan Lampung. Setelah itu, dia susah payah mengalahkan karateka DKI Jakarta, 3 – 2. Di semifinal, dia mengalahkan karatateka Sulawesi Utara, 4-1. “Perjuangan yang berat. Tapi, bunda selalu memberikan semangat, sehingga saya jadi kuat,” ujarnya.
Dunia karate adalah impian ayahnya, Prasetyo Wibowo. Menularkan pada sang anak bukannya tanpa maksud. “Ayah ingin saat dewasa nanti saya bisa jaga diri,” katanya. Reva kian tertarik menekuni karate setelah melihat film ‘Karate Kids’ dan ‘World Karate Foundation’.
Menginjak kelas 2 SD, Reva bergabung dengan Lembaga Karate Indonesia (Lemkari). Pada usia 11 tahun ini, dia menyandang sabuk hitam, tingkatan sabuk tertinggi pada bela diri yang dikembangkan oleh Gichin Funakoshi dari Jepang pada awal abad 19 ini. Dia melampaui tingkatan sang ayah yang hanya sampai sabuk hijau.
Reva spesialisasi kata yang merupakan rangkaian jurus. Dia memahami karate sebagai seni. Rangkaian gerakan yang sarat keindahan. Ada penjiwaan pada tiap pukulan, tendangan, tangkisan serta perubahan kuda-kuda. Power dan gerakan yang patah-patah menjadi parameter level sang karateka.
Reva aktif berlatih. Dalam sepekan, setidaknya dia berlatih empat kali. Selasa dan Kamis di Dojo Tebek, sedangkan Sabtu dan Minggu privat di rumahnya, Jl Tosaren Timur I/5. . “Di luar itu, saya hampir setiap hari latihan sendiri di rumah,” paparnya.
Ketekunan yang berbuah prestasi. Sebelum meraih medali emas 02SN di Makassar, Reva berhasil mengukir sederet prestasi. Semuanya nomor kata. Diantaranya; juara pertama Maesa Cup Surabaya dan Jombang Open serta juara dua Amorogo Cup di Jogja. Tahun ini, Reva juga memenangkan O2SN dari tingkat kota hingga provinsi yang mengantarkannya terbang ke Makassar.
Setelah memenangkan O2SN tingkat nasional, Reva berpotensi untuk mewakili Indonesia dalam olimpiade internasional yang rencananya akan diselenggarakan di Spanyol, pada 2016. Memang ada seleksi lagi, berdasarkan prestasi-prestasi yang pernah dicapai.
Reva optimis. Jika ditunjuk, dia siap secara fisik dan mental. Belum ada persiapan khusus. Dia berlatih seperti biasa. Namun, semangatnya terpacu. Gambaran gelanggang di luar negeri, rivalnya karateka dari berbagai negara sudah lalu lalang di benaknya. “Masih ada waktu. Saya akan terus berlatih supaya bisa mengharumkan nama Indonesia,” kata gadis cilik yang lahir 11 Desember 2004 ini.
Reva tak ingin karate menjadi penghalang studinya. Dia selalu menyempatkan diri untuk belajar tiap hari. Tiga kali dalam sepekan, dia juga mengikuti les privat pelajaran sekolah di rumah. Dia ingin menggapai cita-citanya menjadi dokter.
Prestasi di Makassar menambah obsesinya sebagai dokter yang juga atlet karate nasional. “Karena, saya ingin membanggakan negara,” ujarnya, sembari tersenyum.
netizer : Ustadzah Luci Apriliasari, S.TP, Pengajar SD Plus Rahmat.