IMPOR beras dari Burma berbuah malapetaka bagi penduduk Pulau Jawa. Tikus terinfeksi penyakit pes ikut terbawa saat beras didistribusikan ke gudang di Malang. Penyakit pes mulai meruyak pada 1910. Tak sampai setahun, wabah menyebar hingga ke Kediri.
Sepanjang 1911-1918, ribuan tikus penular penyakit pes menyerang rumah-rumah warga Kediri. Akibat terinfeksi bakteri yersinia pestis, banyak penduduk demam tinggi. Tubuh bagian selangkangan dan ketiak membengkak, menghitam, lalu penderita akan meninggal dunia dalam hitungan hari.
Demi menghindari wabah, masyarakat terpaksa menjauhi rumah. Belasan ribu hunian dibakar pemerintah kolonial karena tikus bersarang di atap, kusen, kursi, dan ranjang. Alhasil, warga harus mengungsi di barak isolasi. Di Pare terdapat 10 perkampungan baru. Sedangkan di Kota Kediri, 175 tempat karantina berada di Kecamatan Pesantren.
“Warga menderita karena rumahnya dihancurkan tapi tak mendapat kompensasi yang cukup,” kata Nara Setya Wiratama, Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri, Jumat, 4 April 2025.
Sebagian biaya perbaikan rumah dibebankan pada pemilik, padahal penghasilan harian masyarakat sangat kecil. Pagebluk pes tahun 1911 menempatkan Kediri dalam situasi krisis. Angka kematian tinggi, ketimpangan rasial, serta hancurnya infrastruktur sosial.
Warga eropa mendapat perawatan layak di rumah sakit. Sementara orang Indonesia dipaksa tinggal di barak-barak dengan fasilitas minim, tanpa bisa menolak.

Selama 7 tahun, penyakit pes total merenggut 9.814 nyawa warga Kediri. Dampaknya juga dirasakan pada sektor perekonomian. Pasar-pasar tutup, lahan pertanian terbengkalai, dan keluarga kehilangan pekerjaan.
“Kediri yang kala itu merupakan salah satu pusat perdagangan gula dan hasil bumi di Jawa Timur, mengalami kemunduran,” ujar Nara.
Pada tahun 1915, pemerintah kolonial membentuk Dienst der Pestbestrijding, lembaga pemberantasan pes. Sebab, wabah makin tak terkendali. Dari Kediri, wabah terus menyebar ke barat hingga Madiun, Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Cirebon.
Di Kediri, Belanda membangun laboratorium pestratten atau penanggulangan pes yang terletak di Kelurahan Tosaren, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Lebih dari 100 tahun berlalu, gedung bekas laboratorium itu masih berdiri tapi terbengkalai.
Berada di belakang kampus Universitas Strada Indonesia, bangunan tersebut pernah dimanfaatkan sebagai gardu induk PLN. Area seluas separuh lapangan sepak bola itu kini dipenuhi tumbuhan merambat, termasuk rumah mirip loji yang kini kosong.

“Bangunan itu sudah lama dibiarkan. Sebelum tahun 2000, pernah juga terjadi kebakaran,” ujar Budi, salah seorang warga.
Dari cerita tutur masyarakat, tempat tersebut memang dikenal jadi tempat isolasi pasien wabah pes. Usai pes mereda, masyarakat yang selamat mengalami trauma. Situasinya hampir serupa dengan pandemi covid-19.
Masa-masa kelam meruyaknya wabah telah berlalu. Namun, jejaknya tetap terekam dalam ingatan masyarakat. Selain pes dan covid-19, Kediri juga pernah dilanda pagebluk Calon Arang di era Airlangga Kerajaan Kadiri. (Achmad Fathoni Firmansyah, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post