SETELAH menempuh perjalanan selama 14 hari 14 malam dari Kediri, tim Forum Scooterist Kediri (Forscook) berhasil mencapai Nol Kilometer Sabang. Kota di sebelah barat kawasan Serambi Mekah itu terletak di pulau Weh. Rombongan berjumlah tiga orang yang terdiri dari Muhamad Yusuf Marjuki, Bambang Sunowo, dan Aminudin Latif: menjejakkan kaki tepat pukul 11.00 WIB, pada Senin, 15 Oktober 2018.
“Alhamdulillah selamat, perjalannya juga lancar, tanpa kendala berarti,” kata Yusuf, saat berkomunikasi via telepon dengan Kediripedia. Ketua Forscook ini melanjutkan, kesehatan mereka tiba dalam kondisi amat baik.
Keberangkatan ketiga pengembara itu cukup inspiratif, mengingat usia mereka tidak muda lagi. Latif dan Yusuf atau lebih dikenal sebagai Usof Gimbal, berumur 47 tahun. Sedangkan Bambang yang akrab disapa Kaji Bambing, kini memasuki usia 56 tahun.
Begitu menyeberangi Selat Sunda, mereka memilih rute melewati jalur tengah Sumatera. Yaitu, melalui Kota Pagaralam dan Palembang di Sumatera Selatan. Kemudian menerobos Kota Bukit Tinggi hingga Lubuk Linggau di Sumatera Barat. Sebelum masuk wilayah Aceh, mereka lebih dulu melintasi Kota Kabanjahe dan Medan, Sumatera Utara.

Selepas singgah beberapa waktu di Kota Takengon, Aceh, guna mengumpulkan tenaga sekaligus menghadiri acara Kumpul Bareng Scooter Sumatera (KBSS), petulangan diteruskan dengan menyeberang ke Pulau Weh.
Menurut perhitungan Latif, belanja bahan bakar yang dikeluarkan hingga sampai di ujung Indonesia paling barat itu sebesar Rp 900 ribu. Adapun persiapan ekspedisi itu telah dimatangkan oleh pemilik bengkel cat mobil ini selama setahun penuh.
Lebih jauh Latif menjelaskan, kelancaran perjalanan mereka amat terbantu dengan dapur pacu scooter tipe Excel. Pilihan tersebut bukan tanpa sebab. Berdasarkan pengalaman dan observasi selama ini, Excel merupakan jenis Vespa yang dirancang untuk melakukan perjalanan jauh. Spesifikasi mesin dan transmisi, mendukung untuk digunakan sebagai kendaraan touring berbasis mesin kanan.
Kaji Bambing pun turut mengamini. Dia malah merasa banyak terbantu oleh kebandelan mesin Excel. “Terbukti handal!” kata Bambing sembari terkekeh-kekeh di belakang teleponnya Usof Gimbal.
Latif yang juga turut melakukan komunikasi telepon dengan Kediripedia, mengisahkan peristiwa dramatis yang sempat mereka alami. Menurut dia, pada petang saat shalat maghrib, Bambing datang dengan kondisi tubuh berdarah. Ternyata lelaki asal Tulungagung itu mengalami kecelakaan di kilometer 30 Kilometer menjelang memasuki Banda Aceh.
“Untung kami ditolong oleh scooterist lokal yang kebetulan lewat, lalu diajak mampir ke rumahnya, dan disambut seluruh keluarga,” kata Latif. “Namanya Mas Adi Sespan.”

Segala halangan serta rintangan yang ditemui di jalan, tidak menjadi sesuatu yang berarti. Perkawanan, solidaritas, dan perjumpaan dengan orang-orang baru di sepanjang perjalanan adalah sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan materi yang dikeluarkan. Apalagi sesampainya di Nol Kilometer, mereka disambut oleh tim dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang. Sebagai penghargaan atas keteguhan melakukan perjalanan jauh dari Kediri hingga Nol Kilometer Sabang, mereka mendapatkan sertifikat dari pemerintah daerah setempat. Selain itu juga diberi kenang-kenangan berupa kaos, pin, dan stiker dari base camp Nol Kilometer.
Setelah beberapa jam di Nol Kilometer rencananya mereka akan kembali ke Banda Aceh. Sayangnya, kapal penyeberangan yang akan membawa mereka kembali ke Banda Aceh, terakhir bergerak pada pukul 15.00 WIB.
“Sepertinya kami memang ditakdirkan untuk menginap di Sabang, sesuatu yang tidak kami bayangkan sebelumnya,” kata Latif. (Naim Ali)