LUTFI berjalan tertatih-tatih ketika menapaki satu persatu anak tangga. Di tiap langkahnya, dia mengatur keseimbangan tubuh dengan tongkat kruk. Mahasiswi penyandang disabilitas itu berjuang sekuat tenaga menuju ruang kelas di lantai 4 gedung Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri.
“Kalau dibilang capek, ya capek,” kata mahasiswi semester 7 Program Studi Psikologi Islam itu, Rabu 3 September 2024.
Dia menikmati pengalaman menaiki tangga kampus setiap harinya. Perempuan bernama lengkap Lutfiana Anis ini bertekad menjadi wanita mandiri, sukses, dan berani menghadapi tantangan hidup. Lutfi amat bersemangat menyelesaikan kuliah, bahkan berencana melanjutkan pendidikan hingga S2 di bidang profesi psikologi dan membuka praktik sebagai psikiater.
Pada tahun 2004, kaki sebelah kanannya terpaksa diamputasi. Lutfi yang saat itu masih berusia 4 tahun mengalami kecelakaan ketika dibonceng motor oleh ayahnya di Barong, Nganjuk. Mereka tertabrak sebuah bus yang melaju dari arah berlawanan. Sang ayah selamat, hanya mengalami luka kecil. Sedangkan Lutfi patah tulang hingga harus diamputasi.
“Bagi saya, kejadian itu tak terlupakan,” kata Lutfi.
Kecelakaan tersebut menjadi titik balik dalam kehidupan Lutfi. Usai peristiwa itu, dia dibesarkan oleh neneknya di Dusun Templek, Desa Kalianyar, Ngronggot, Nganjuk. Dia menjalani pendidikan dari TK hingga SMP di Nganjuk, lalu sempat melanjutkan pendidikan di pesantren. Lulus SMP, Lutfi melanjutkan pendidikan SMA di Kota Bontang, Kalimantan Timur. Dia ikut ayahnya yang bekerja di sana.
Menderita cacat fisik sejak kecil, Lutfi kerap di-bully sewaktu masih duduk di bangku SD. Namun, pengalaman pahit itu justru membuatnya bangkit.
“Aku pernah di-bully, tapi sejak aku berani melawan, semuanya berubah. Sejak saat itu, tidak ada lagi yang berani mengganggu,” ujarnya.
Lutfi juga berupaya melawan rasa trauma atas kecelakaan yang merenggut kaki kanannya. Salah satunya, mulai belajar naik motor saat ia masih duduk di bangku kelas 1 SMP. Bagian tersulit dari proses menaiki kendaraan yaitu saat parkir. Dia harus menyeimbangkan tubuh dengan tongkat kruk, terutama saat mengatur naik-turunnya standar atau tiang penopang motor.
Hingga kini, dia sudah terbiasa naik motor dengan satu kaki. Misalnya ketika berangkat ke kampus, berwisata, maupun nongkrong di cafe. Bahkan dia sudah terbiasa membonceng temannya.
“Saya kenal Lutfiana sebagai anak yang sangat percaya diri,” kata Tatik Imadatus Saadati, dosen Prodi Psikologi Islam.
Dia menambahkan, meski perkuliahan berada di lantai 4, Lufti tidak pernah meminta keringanan. Dia ingin diperlakukan setara, sama seperti mahasiswa lain.
Dalam dunia akademik, Lutfi beberpa kali meenorehkan prestasi. Salah satunya ketika dia terlibat dalam penulisan jurnal di kampus tentang disabilitas. Penelitian tersebut berhasil lolos dan diterbitkan, bukan hanya di IAIN Kediri tapi juga di sejumlah kampus lainnya.
Selain menjalani kehidupan sebagai mahasiswi, Lutfi juga aktif di media sosial. Di TikTok, dia kerap membagikan video berisi kegiatan sehari-harinya. Antara lain, video ketika di kampus, naik motor, keseharian di kos, dan jalan-jalan. Videonya ketika naik tangga kampus bahkan sudah disaksikan 8,7 juta penonton.
“Lewat video itu, saya ingin menunjukkan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk menjalani hidup dengan optimis,” kata Lutfi.
Meski hidupnya penuh dengan tantangan, Lutfi bertekad tidak pernah berhenti mengejar impian. Menurutnya, kuliah bukan sekadar meraih gelar. Hal yang paling penting yaitu mendapat pengalaman serta pengetahuan untuk terus menjalani kehidupan. (Dwi Yuli Muslimah, Mahasiswi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post