BERDAGANG di pasar ekspor sudah ditekuni Tomi sejak duduk di bangku sekolah menengah. Desain dan kaos band metal seperti Metallica, Guns N’Roses, dan Pink Floyd, dibeli orang luar negeri lewat marketplace E-bay. Namun ketika iseng memasukkan foto tanaman hias, ternyata lebih diminati dan menghasilkan dollar lebih besar.
Melihat peluang yang lebih menjanjikan, pemuda bernama lengkap Muhammad Bustomi ini akhirnya fokus berjualan tanaman. Tomi mulai membuat website khusus yang terkoneksi dengan E-bay, sembari menambah jenis tanaman hias. Dari mulanya hanya berdagang Anthurium, kini dia menjual puluhan spesies lain, di antaranya Aglaonema, Alocasia, Philodendron, dan Monstera.
“Saya mendapat tanaman hias itu dari petani di Kediri, saya pilih yang terbaik lalu baru dijual,” ujar Tomi saat ditemui di rumahnya di Desa Maesan, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Rabu 25 Mei 2022.
Dia menjalin hubungan kemitraan dengan petani pembibitan tanaman hias di Kediri untuk menjaga ketersediaan produk. Dibantu 3 karyawan yang bertugas sebagai pemelihara tanaman, pencari supplier, dan administrasi marketing, Tomi mampu menjual 400 tanaman tiap bulannya. Mayoritas pembeli adalah warga Amerika Serikat, serta dari beberapa negara Eropa seperti Norwegia, Jerman, Inggris, Swedia, Italia, Prancis, dan Austria.
Dari keuntungan berjualan tersebut, dia kini mempunyai green house sendiri. Di bangunan seluas 6×4 itu, sedikitnya 500 pot berjejer di rak yang ditata bertumpuk-tumpuk. Green house ini digunakan sebagai tempat inkubasi tanaman selama proses verifikasi perizinan ekspor yang membutuhkan waktu 2 Minggu.
“Bisnis ekspor tanaman sebenarnya mudah dan bisa dilakukan siapa saja, asal tahu aturan mainnya,” kata Tomi.
Hal yang perlu diperhatikan yaitu menganalisa pasar. Barang yang akan dijual harus sesuatu yang dicari di pasar global. Hal itu bisa diketahui dengan mengikuti grup jual beli luar negeri di sosial media atau membuka toko melalui platform marketplace luar seperi E-bay, Amazon, Walmart, atau Etsy.
Pelaku ekspor tanaman juga harus mempelajari regulasi di Indonesia dan negara tujuan. Tanaman yang akan diekspor dari Indonesia harus melalui pengecekan dan menerima sertifikat Phytosanitary dari Badan Karanina Pertanian. Serifikat itu menunjukkan bahwa tanaman sudah bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) dan layak dipasarkan.
“Memang prosesnya itu terkadang yang lama, selama 2 minggu mengurusi perizinan dan hampir seminggu di pengiriman,” ungkapnya.
Selain itu, aspek tak kalah penting yakni pengemasan barang. Akar tanaman harus dibersihkan dari tanah dan dilap hingga benar-benar kering. Selanjutnya, akar dimasukkan ke dalam media tanam pengganti berupa lumut steril. Agar lebih aman, lalu ditutup sterofom baru dimasukkan ke kardus.
Dari bisnis yang sudah digeluti selama 4 tahun ini, Tomi bisa meraup omset 40.000 dollar atau sekitar 600 juta per bulan. Jenis yang paling banyak diminati yakni jenis Anthurium karena memang hanya ada di negara Indonesia dan Ekuador.
Walaupun banyak penjual tanaman hias dari berbagai negara, menurut Tomi tanaman tropis khas Indonesia paling unggul. Daya tariknya terletak pada kelangkaan, kualitas, dan harganya lebih murah. Negara Asia Tenggara lain yang berkembang di bidang ini antara lain Thailand dan Vietnam.
Berkat kesuksesannya, Tomi sering diundang menjadi pembicara di acara yang digelar Dinas Pertanian baik kota maupun kabupaten di Eks-Karisidenan Kediri. Di seminar tersebut, dia mendorong agar petani mulai cakap mengoperasikan teknologi media. Selain itu, Tomi juga menyuarakan tentang kendala perizinan ekspor yang sering dialami petani harus dipermudah. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post