PADA pemilu 2024, masyarakat membutuhkan informasi yang tepat dan akurat. Dalam hal ini, media berperan penting menyajikan berita agar publik tidak terjebak hoaks. Sayangnya, kerja jurnalistik ini justru dihalang-halangi oleh penyelenggara pemilu.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kediri, Ninik Sunarmi melarang pengambilan gambar penyortiran surat suara di lokasi gudang Desa Gampeng, Gampengrejo pada Jumat, 5 Januari 2024. Awak media tidak diperbolehkan mengambil gambar. Bahkan, hanya melalui celah pintu gudang yang terbuka sedikit saja juga tidak diperkenankan.
Wartawan sempat mengkonfirmasi alasan larangan meliput kegiatan penyortiran tersebut kepada Ketua KPU yang berada di lokasi. Ada dua pertanyaan yang diajukan jurnalis. Yakni kenapa tidak boleh diliput? Ada apa gerangan?
Dia awalnya hanya tersenyum. Dia lalu balik bertanya, kok ada apa gerangan?
“Wes Mas, wes Mas,” kata Ninik.
Dia menjelaskan, orang yang boleh masuk ke gudang surat suara memang hanya yang berkepentingan. Di antaranya, petugas-petugas proses sortir lipat yang sudah direkrut.
Ninik kemudian berkomunikasi lewat telepon dengan Ketua KPU Kota Kediri. Dia juga menelepon KPU Provinsi Jawa Timur. Setelah menunggu lama hingga pukul 10.00 WIB, awak media baru diizinkan masuk terbatas untuk mengambil gambar. Namun sebagian wartawan sudah meninggalkan lokasi karena meliput berita lain.
“Tindakan Ketua KPU Kabupaten Kediri Ninik itu tidak mencerminkan transparansi dan keterbukaan dalam proses pemilu,” kata Danu Sukendro, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri.
Menurutnya, Ninik belum memahami peran media yang diatur dalam UU 40/1999 tentang Pers. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan publik mendapatkan informasi, awak media memiliki hak untuk meliput kegiatan penyortiran surat suara sebagai bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan pemilu. Bukan menghalangi seperti yang dilakukan Ninik.
Perilaku menghalang-halangi peliputan menunjukkan Ketua KPU Kabupaten Kediri tidak berlaku transparan kepada publik, padahal tugas jurnalis adalah memenuhi hak publik untuk tahu (public right to know). AJI Kediri menilai, tindakan Ketua KPU Kabupaten Kediri Ninik Sunarmi tersebut merupakan bentuk pelanggaran dan telah merenggut kebebasan pers. Sebab, logistik pemilu bagian harus diawasi masyarakat, termasuk media.
Atas pelarangan liputan awak media tersebut, AJI Kediri menyatakan sikap:
- Mengecam tindakan Ketua KPU Kabupaten Kediri yang menghalangi jurnalis meliput penyortiran surat suara. Padahal, logistik Pemilu merupakan bagian yang harus diawasi oleh masyarakat. Tindakan tersebut menghalangi tugas jurnalistik yang bertentangan dengan UU No 40 /1999 pasal Pasal 18 ayat (1) dan dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
- KPU sebagai lembaga negara, wajib menjalankan UU No 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik untuk melindungi hak atas informasi bagi warga negara Indonesia.
- Mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk mengevaluasi komisioner KPU Kabupaten Kediri agar proses pemilu berjalan jujur adil, dan transparan.
- Ketua KPU Kabupaten Kediri Ninik Sunarmi harus segera mengklarifikasi dan meminta maaf atas tindakannya.
Hingga Senin, 8 Januari 2024, KPU Kabupaten Kediri belum mengklarifikasi tindakan menghalang-halangi jurnalis tersebut. KPU malah mengundang AJI Kediri untuk menghadiri Media Gathering Tahapan Pemilu 2024.Pengurus AJI Kediri memutuskan tidak menghadiri acara itu. Sebab, kegiatan gathering tidak substansial menjawab sikap dan tuntutan AJI Kediri. Organisasi profesi ini ingin agar Ninik selaku Ketua KPU Kabupaten Kediri tetap menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf karena menghalangi tugas jurnalis. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post