GAYA berpakaian ala “skena” belakangan makin digandrungi anak muda. Akronim dari sua, cengkrama, dan kelana ini identik dengan baju oversize, hoodie, kaos band, celana jeans robek, cargo, hingga aksesoris manik-manik. Tak ada identifikasi khusus gaya berbusana ini, asalkan berbeda sudah bisa disebut skena.
Fashion skena yang sedang tren dibarengi suburnya kreativitas berbisnis. Selain menjual pakaian dari thrifting, beragam aksesoris laris manis diburu anak muda terutama kalangan Gen Z.
Salah satu penjual aksesoris skena yaitu Lailiyah Mas’udah. Sudah hampir 5 tahun dia berbisnis menyediakan pernak-pernik pelengkap busana dengan brand Holabeads.co atau Hola Manik-manik. Produk yang dijual di antaranya kalung, gelang, cincin, dan gantungan kunci.
“Produk yang terbaru adalah gantungan kunci ikan dan mobil. Saya berusaha setiap bulan bisa menghasilkan bentuk baru,” kata Liya, sapaan akrabnya pada Rabu, 6 Maret 2025.
Mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri itu menjelaskan, dalam sehari sedikitnya empat buah aksesoris skena laku ke berbagai kota di Indonesia. Baik itu berbentuk gelang, kalung, hingga gantungan kunci. Jika menjelang lebaran, pesanan bertambah sampai 14 buah.
Aksesoris yang dijual berbahan dasar berbagai bentuk manik-manik, kancing baju, dan tali. Liya merangkai sendiri semua bahan tersebut atau handmade. Warna dan bentuk dikombinasikan sesuai dengan tren terbaru yang disukai anak muda.
Bisnis prakarya ini ditekuni liya mulai tahun 2020. Ketika lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), membuat kerajinan tangan awalnya sekadar mengisi waktu luang. Dia tak menyangka, jika orang lain menyukai hasil karyanya, bahkan hingga dibeli.
“Awalnya produk yang dibuat hanyalah gelang,” kata perempuan asal Mojokerto itu.
Aksesoris tersebut dibuat berdasarkan permintaan. Pemesan bisa mencantumkan nama pada prakarya tersebut.
Keterampilan membuat aksesoris dia pelajari dari ibu dan kakaknya. Sejak masih duduk di sekolah dasar (SD) dia kerap melihat mereka merangkai manik-manik dirumah. Dari situlah, membuat kerajinan tangan menjadi hobi hingga dijadikan peluang bisnis seperti sekarang.
“Melihat aneka warna manik-manik sangat menyenangkan, sekaligus bisa refresh mata,” ungkapnya.
Berjualan aksesoris tidak selamanya berjalan mulus. Pada masa kuliah, mahasiswi program studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) menghentikan bisnisnya ketika menjadi aktivis di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dedikasi. Liya diamanahi tugas menjadi sekretaris. Dia sempat vakum membuat aksesoris karena sibuk meliput berita, membuat konten, dan mengurus organisasi.
Di organisasi itu, dia belajar meraih cita-cita sebagai presenter. Sedangkan hasta karya hanya sekadar hobi.
“Produksi aksesoris saya mulai lagi ketika menginjak semester 7,” kaya Liya.
Anak bungsu dari lima bersaudara ini menjelaskan, saat itu dia tak lagi sibuk di organisasi, melainkan mulai mengerjakan skripsi. Dia mengaku tak kesulitan membagi waktu menyelesaikan tugas akhir dan produksi aksesoris. Skripsi dikerjakan sore hingga jam 8 malam. Selanjutnya, dia baru mengerjakan pesanan.
Menjelang akhir masa kuliah itu, pesanan aksesoris bertambah banyak. Wilayah penjualan semakin luas dengan adanya sistem online. Seperti, Shopee, Tiktok, Instagram, dia manfaatkan sebagai etalase jualan.
Aksesoris ala skena ini sudah pernah laku hingga luar pulau. Misalnya, Jambi, Medan, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Di pulau Jawa, karyanya kerap dibeli orang-orang mulai dari Surabaya, hingga ke Jakarta.
Di Holabeads.co, Liya membandrol harga cincin mulai lima ribu rupiah, gelang dan kalung mulai dua puluh ribu rupiah. Sedangkan rantai celana, gantungan tas atau kunci dibandrol mulai dua puluh ribu hingga enam puluh ribu rupiah.
“Alhamdulillah, hasilnya bisa menambah uang saku, biaya skripsi, dan ongkos pulang pergi Kediri – Mojokerto,” ujarnya. Usai menyelesaikan kuliah, Liya berkeinginan kerja kantoran. Namun, hobi merangkai manik-manik ala skena akan tetap dilanjutkan. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post