MENELUSURI ruas jalan di Canterbury, putaran jarum jam seperti berbalik, kembali ke masa abad pertengahan. Begitulah yang dirasakan Nor Ana, warga Indonesia yang kini menetap di Canterbury, Distrik Kent, Inggris sebelah tenggara. Di kawasan yang dijuluki Kota Katedral ini masih berdiri gereja-gereja tua, rumah bergaya Tudor seperti di film Harry Potter, dan benteng dari era Romawi.
Setiap pagi, Ana mengayuh sepedanya sembari menikmati pemandangan kota kuno yang dinobatkan sebagai Warisan Dunia UNESCO. Perempuan kelahiran Jember, Jawa Timur, Indonesia ini sehari-hari bekerja di Hotel Abode Car Park. Hotel itu tak jauh dari situs Katedral dan Gereja Kristen Metropolit Canterbury. Bangunan bergaya arsitektur gothic ini dihiasi menara setinggi 72 meter yang berdiri sejak tahun 597 Masehi dan pernah dibangun ulang pada tahun 1070.
Dari tempat tinggalnya di Abbey garden menuju Hotel Abode, Ana menggowes sepeda sejauh 1 mil. Dia melintasi jalur Market Way atau Broad Oak Road dalam waktu tempuh selama 7 menit.
“Bersepeda di Canterbury terasa semakin menyenangkan, karena memasuki musim semi,” kata Ana kepada Kediripedia.com pada Kamis, 2 Mei 2022.
Perempuan yang sudah 4 tahun di Inggris ini menambahkan, para pesepeda harus menaati sejumlah peraturan. Di antaranya, wajib memakai helm, bersepeda di jalur yang disediakan, serta memasang lampu putih di depan sepeda dan lampu merah di belakang ketika gowes di malam hari.
Selain itu, dilarang memasuki trotoar, menggandeng kendaraan, hingga membahayakan pengguna jalan lain. Sejumlah protokol itu tertuang dalam aturan Jalan Raya Inggris pasal 59-82 yang diperbarui 25 Maret 2022.
Bagi siapapun yang melanggar akan langsung ditindak polisi dan dikenai denda, tidak memandang status sosial. Tak terkecuali Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, yang harus menerima denda karena melanggar aturan berkendara di Inggris.
“Di sini kebanyakan orang mengendarai sepeda atau berjalan kaki, karena jalan-jalan cenderung sempit dan bangunan cukup padat,” ujarnya.
Di Canterbury, Ana kini tinggal bersama kedua anak dan suami yang berkewarganegaraan Inggris. Kisah pertemuan dengan suaminya berawal ketika Ana bekerja di Malaysia 20 tahun lalu. Mereka bertemu di restoran makanan Eropa dan sering bercakap-cakap terkait kepercayaan, sejarah, dan kebudayaan.
Hubungan perkawanan itu berlanjut ke pernikahan sekitar 18 tahun lalu. Ana dan suami sempat beberapa kali berpindah tempat tinggal. Mulai dari Kuala Lumpur Malaysia, pernah kembali ke Jember, hingga akhirnya kini menetap di Inggris.
Sebagai ibu rumah tangga, kegiatan Ana sehari-hari mengurus keluarga dan bekerja di hotel. Dia mendapat gaji 10 poundsterling atau 182 ribu rupiah perjam. Bekerja dari jam 9 pagi sampai 4 sore, ketika pulang ia selalu menyempatkan waktu bersantai melihat bangunan-bangunan tua dan suasana urban di Canterbury.
“Orang Inggris menyebut Canterbury sebagai kota tua. Banyak benteng-benteng yang mengitari kota ini,” ungkap Ana.
Keberadaan benteng itu tak lepas dari kekuasaan Kerajaan Roma di kawasan pesisir Inggris awal abad 1. Bangsa Romawi membangun tembok besar yang melingkupi luas 53 hektar kawasan Canterbury pada abad ke-3.
Di kota ini terdapat tiga warisan dunia UNESCO berupa gereja. Katedral, Santo Agustinus Abbey, dan Santo Martin, didirikan dengan sentuhan arsitektur zaman pertengahan.
Kawasan seluas 308 km persegi itu juga menyimpan kekayaan sastra. Salah satu yang paling tersohor adalah Canterbury Tales, 17 ribu baris prosa dan syair karya Geoffrey Chauser yang dibuat tahun1388-1400. Berkat karya Geoffrey tersebut Bahasa Inggris abad tengah mampu bersaing dengan karya sastra berbahasa lain seperti dari Italia, Prancis, dan Yunani.
Di Kota Katedral Canterbury, Ana belum pernah menjumpai warga Indonesia lainnya. Warga dari Asia Tenggara lain yang pernah ditemui kebanyakan dari Filipina. Setiap hari, makanan yang dikonsumsi bersama keluarga yaitu roti, kentang goreng, spaghetti, dan burger. Dia baru makan nasi ketika malam hari.
“Makan nasi jarang-jarang, yang makan nasi hanya orang asia,” ujarnya. Meski begitu, bagi warga Asia yang berwisata ke Canterbury dan ingin mengkonsumsi nasi, bisa berkunjung ke restoran yang menyajikan makanan Asia. Khusus bagi orang Indonesia yang rindu dengan tahu dan tempe, bisa membelinya di sejumlah supermarket. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post