RIUH tepuk tangan penonton pecah saat “Menari dalam Sunyi” dinyatakan sebagai film terbaik Festival Dokumenter Budi Luhur (FDBL) 2022. Film karya para pengelola website Kediripedia.com itu dinilai sebagai karya terbaik dan bertaraf internasional.
“Film Menari dalam Sunyi merupakan karya kelas dunia,” kata Rektor Universitas Budi Luhur, Wendi Usino, saat membacakan pengumuman di Bioskop Mini Perpustakaan Nasional RI Jakarta, Rabu, 29 Maret 2023.
Menurut Doktor lulusan universitas di Malaysia ini, film yang dibuat di Kediri, Jawa Timur itu memiliki ciri khas tersediri dalam membalut keseluruhan unsur film. Dengan durasi sekitar 20 menit, penonton diajak masuk ke dalam suasana hati para pemeran dalam film.
“Hanya orang-orang profesional yang bisa melakukan itu,” kata Wendi Usino saat memberikan penghargaan kepada Kholisul Fatikhin dan Ahmad Eko Hadi, sutradara dan produser.
FIlm yang diproduksi Kediripedia ini berkisah tentang perjuangan guru dan siswi-siswi tunarungu yang bertekat bisa menari meskipun tidak bisa mendengar iringan gamelan. Di tengah keterbatasan, mereka tak patah semangat dan terus giat berlatih agar bisa tampil di depan masyarakat sebaik mungkin.
Prudensius Maring, Kepala Pusat Studi Budaya Universitas Budi Luhur, mengatakan jika film-film yang terpilih memiliki keunikan sendiri. Para sineas yang menjadi finalis mampu mengemasnya ke dalam sebuah karya audio visual yang mampu dinikmati banyak orang.
Ia dan almamater tempatnya mengajar akan terus berusaha menggali dan memunculkan bakat-bakat sineas tanah air lewat festival yang telah 9 tahun digelar. “Semoga dari festival ini terus lahir film-film kaliber nasional, bahkan internasional,” ujarnya.
Menari dalam Sunyi dinyatakan sebagai film terbaik setelah mampu memikat hati para juri yang telah malang melintang di dunia perfilman Indonesia. Mereka adalah, IGP Wiranegara, Tonny Trimarsanto, Sofia Setyorini, dan Priadi Soefjanto.
Film bergenre direct cinema ini menyisihkan dua film lain yang masuk babak final FDBL. Kedua film itu, “Pelestarian Emas Hijau” (Bandung) dan “Asa dari Kampung Thengul” (Bojonegoro).
IGP Wiranegara, salah satu juri FDBL, menilai Menari dalam Sunyi sebagai film dokumenter yang out of the box. Pemilihan teknik observasional atau direct sinema yang tanpa menggunakan wawancara membuat film ini lebih hidup.
Lelaki yang juga juri Festival Film Indonesia (FFI) 2022 itu mengakui, film yang menggunakan teknik serupa memerlukan riset lebih lama dan kesabaran yang kuat. Pembuat film tak hanya butuh mengenal narasumber lebih dekat, namun harus mampu menangkap semua momen dan merangkumnya menjadi kisah yang alamiah dan tidak terkesan dibuat-buat.
“Menari dalam Sunyi sangat berkisah. Teruslah membuat karya-karya yang lebih baik lagi,” kata Wiranegara.
Mengambil latar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Budi Mulya, Desa Sumberejo, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri, film ini dikerjakan selama kurang lebih dua bulan. Lima orang terlibat di balik layar proses pembuatan, yaitu Kholisul Fatikhin (sutradara), Ahmad Eko Hadi (produser), Dwidjo U. Maksum (art director), Yusro Syafiudin (kameramen), dan Mohammad Basuki (runner dan logistik).
Menari dalam Sunyi adalah film kesekian yang diproduksi Kediripedia.com sebagai media sekaligus rumah produksi. Film sebelumnya, diantaranya: Air Mata di Ladang Tebu (2019), Lingsem (2020), Renjana Torehan Canting (2020), Renggut (2021). Kediripedia juga aktif memproduksi video pendek bertema kebudayaan, kemanusiaan, sosial, dan isu-isu lingkungan. Semua film dan karya audia visual itu bisa ditonton di channel Youtube Kediripedia. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post