KERJA jurnalistik saat ini tak bisa lepas dari perkembangan dunia digital dan teknologi. Namun, di balik kemudahan para pencari berita menyebarkan informasi, mereka sebenarnya dihantui oleh serangan siber.
Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) mencatat terdapat 15 laporan kejahatan digital sepanjang 2022. Mulai dari peretasan, penyadapan, phising, hingga doxing, menimpa 43 awak redaksi dari sembilan organisasi media. Serangan paling banyak yaitu berupa penghambatan akses website atau disebut Distributed Denial of Service (DDoS) dan peretasan akun pribadi.
Menanggapi maraknya kejahatan digital di dunia maya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri mengggelar Pelatihan Digital Safety bagi jurnalis. Agenda tersebut dilaksanakan di Warkop Maspu Kulon, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Minggu, 26 Maret 2023.
“Berkaca dari banyaknya jurnalis yang terkena serangan digital, pelatihan ini dilakukan untuk mitigasi dan mengantisipasi ancaman kerja jurnalis,” kata Danu Sukendro, Ketua AJI Kediri.
Sebanyak 20 peserta mengikuti pelatihan yang diselenggarakan selepas tengah hari ini. Mereka berasal dari anggota AJI Kediri dan juga aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang berasal dari Kediri, Tulungagung, dan Madiun. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari Training of Trainers (ToT) Digital Security batch 1 yang dilaksanakan Aliansi Jurnalis Independen dan Google News Initiative pada 17-18 Februari 2023 di Jakarta.
Trainer Pelatihan Digital Safety, Ubaidillah menyampaikan sejumlah materi-materi dasar terkait keamanan digital. Mulai dari laporan situasi kekerasan digital pada tahun 2022, keamanan perangkat dan komunikasi, persandian, hingga cara mengelola indentitas data pribadi dengan baik.
Salah satu perwakilan AJI Kediri dalam ToT di Jakarta ini mengatakan bahwa lebih baik melakukan pencegahan sebelum terjadi serangan siber. Selain itu, ia juga berharap supaya kasus-kasus serangan peretasan di luar sana tidak terulang kembali pada teman-teman jurnalis.
“Peserta diberikan materi yang berkaitan dengan pengelolaan dan mitigasi keamanan digital, khususnya pada akun dan perangkat pribadi,” ungkapnya.
Trainer kedua, Kholisul Fatikhin lebih menekankan kepada praktek pengamanan data pribadi. Ia menerangkan sejumlah aplikasi dan tools yang dinilai aman dalam memitigasi kejahatan digital. Setelah aplikasi sudah dipahami, lalu dipraktikkan bersama-sama melalui gawai masing-masing.
“Kita juga melakukan praktik tentang bagaimana agar bijak dalam menggunakan sejumlah aplikasi yang rentan,” ujar Fatikhin.
M. Abidirrahman, salah satu peserta mengaku mendapatkan banyak ilmu baru yang belum dipelajarinya sebelumnya. Menurutnya pengetahuan ini harus dimiliki tak hanya oleh para jurnalis tapi juga masyarakat.
“Dengan mengikuti pelatihan ini jadi tahu bagaimana caranya mencegah kejahatan keamanan digital dan tentunya kita jadi lebih bertanggung jawab terhadap data pribadi kita masing-masing,”ujarnya. Menurutnya, tak hanya jurnalis saja yang dapat terkena serangan siber hingga peretasan. Setiap orang dapat mengalami hal tersebut tergantung dari motif si pelaku kejahatan. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post