BAGI sebagian pemirsa, film berjudul “Renggut” ini mungkin cukup vulgar. Adegan demi adegan begitu menghentak, mengejutkan, apalagi ditambah kata-kata makian. Bertepatan dengan Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan pada 25 November, hadirnya film ini adalah pengingat bahwa kasus kekerasan pada perempuan masih terus terjadi hingga kini.
Di balik tindakan keji yang mewarnai sepanjang adegan, ada kisah tak kalah mengerikan. Film garapan sutradara Dwidjo U. Maksum itu mengusung tema human trafficking. Ini semacam alert, jika tindak pidana perdagangan manusia masih menjadi hantu menakutkan dengan berbagai latar belakang.
Karya fiksi produksi Kediripedia ini dibuat berdasarkan riset. Sehingga, tayangannya terasa amat faktual. Jika ada anggapan sinema berdurasi 15 menit ini cukup brutal, realita di lapangan sebenarnya jauh lebih kasar dan kejam.
Misalnya, seorang perempuan diculik dan diperkosa terlebih dulu sebelum dijadikan pekerja seks komersial (PSK). Secara psikologis, perbuatan itu bertujuan untuk meruntuhkan jati diri perempuan sehingga merasa tak lagi berharga, tak berdaya, dan hanya mampu takluk kepada pemerkosanya, termasuk dijadikan PSK.
Akan tetapi, film yang ditayangkan di kanal Youtube Kediripedia ini lebih memaparkan kekerasan terhadap perempuan melalui kegiatan transaksional. Artinya, penjualan perempuan dengan sistem beli putus. Setelah transaksi selesai, perempuan itu dapat diperlakukan sesuka si pembeli. Yang sangat menyakitkan adalah laki-laki penjual itu adalah Badar, suami si perempuan. Badar justru bermaksud menikahi Sulianah, namun karena desakan ekonomi, istrinya yang bernama Murni, dijual.
Kisah tersebut menyiratkan pesan jika kekerasan pada perempuan dapat dilakukan oleh orang-orang terdekat. Situasi keluarga yang tertutup membuat orang menganggap bahwa norma yang berlaku adalah norma keluarga. Sehingga, orang di luar keluarga tidak berhak terlibat. Misalnya konfilk yang diceritakan di film ketika Badar menganggap Sulianah adalah calon istrinya, sudah menjadi miliknya. Gambaran tersebut menyebabkan kontrol perilaku individu maupun kontrol sosial menjadi minim.
Situasi yang digambarkan film “Renggut” kemungkinan besar bisa terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Sebagaimana diwartakan Kompas.id pada 13 Agustus 2021, seluruh provinsi di Indonesia menjadi wilayah asal dan tujuan perdagangan orang. Terdapat sekitar 6-8 juta WNI yang bekerja di luar negeri, sebagian besar perempuan yang tidak memiliki dokumen atau telah melebihi izin tinggal.
Sedangkan korban perdagangan seks mencapai 8 juta orang, 30% di antaranya adalah anak-anak secara ilegal. Korban perdagangan seks perempuan dewasa dan remaja asal Indonesia banyak terdapat di Malaysia, Taiwan, dan Timur Tengah.
Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat, ada 2.500 kasus kekerasan pada tahun 2021. Angka itu jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, 2.300 kasus.
“Lonjakan pengaduan tersebut sangat signifikan. Peningkatan serupa juga terjadi pada kekerasan terhadap perempuan di dunia digital yang bertambah hampir tiga kali lipat,” kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.
Andi menyebutkan, kasus paling banyak yang diadukan ialah kekerasan dalam rumah tangga. Selama pandemi Covid-19, ada beragam penyebab tingginya angka kekerasan yang terjadi. Misalnya, nasib perempuan yang memiliki beban kerja bertumpuk, serta meningkatnya ketegangan di dalam keluarga terutama akibat kehilangan sumber penghasilan.
Agar kasus kekerasan tak terus menghantui perempuan, ada beberapa kiat yang dapat dilakukan. Pertama kali yang mesti dilakukan adalah memahami segala bentuk kekerasan yang dapat terjadi. Psikolog Mira Amir meminta, baik perempuan ataupun laki-laki, mengetahui bentuk kekerasan itu agar mengetahui batasan-batasan saat berperilaku di tengah masyarakat.
Kedua yaitu memahami hubungan yang sehat. Sebagian besar kekerasan terhadap perempuan terjadi pada ranah personal atau privat. Artinya, pelaku adalah orang yang memiliki hubungan darah, kekerabatan, perkawinan, maupun relasi intim seperti pacar. Hubungan yang sehat merupakan hubungan yang saling menghargai dan menghormati. Memahami bentuk hubungan yang sehat pada keluarga dan kekasih merupakan kunci terhindar dari kekerasan. Jika mulai menunjukkan tanda-tanda yang tidak wajar, tingkatkan kewaspadaan atau segera cari pertolongan.
Selanjutnya adalah selalu waspada terhadap perubahan. Orang terdekat kerap menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Oleh karena itu, perlu waspada pada perubahan gelagat dan sikap-sikap yang mencurigakan. Jika sedang berada di tempat umum, selalu amati kondisi di sekitar Anda dan tetaplah waspada.
Selain itu, menghindari tempat yang sepi dan rawan kejahatan juga bisa menurunkan risiko kekerasan pada perempuan. Hindari pula pulang larut malam karena semakin meningkatkan risiko kejahatan. Dapat juga, selalu bepergian berdua bersama teman karena biasanya pelaku mengincar orang yang bepergian sendiri. Sejumlah langkah preventif tersebut setidaknya bisa memperkecil kemungkinan terjadinya berbagai bentuk kekerasan. Sebab, kasus kejahatan semacam ini bisa menimpa siapa saja. Mulai dari ibu rumah tangga seperti tokoh Murni di film “Renggut”, siswa sekolah, pekerjaan harian, hingga di tempat-tempat usaha. (Helena Dewi Justicia, M.Si, Ketua Subseksi Keadilan & Kesetaraan Gender Paroki Tomang – Jakarta Barat, Pengurus Komisi Nasional Perlindungan Anak DKI Jakarta)
Discussion about this post