MASIH merebaknya pandemi virus Covid-19, perasaan waswas sering kali muncul ketika akan melakukan aktivitas di luar rumah. Tak terkecuali, bagi kaum pria yang hendak memotong rambutnya di gerai jasa pangkas rambut atau barbershop. Banyak di antara mereka kini enggan menuju barbershop karena berisiko terinfeksi virus corona.
Potensi penyebaran virus itu bisa saja datang dari peralatan yang dipakai untuk memangkas rambut. Gunting, pisau cukur, dan sisir yang dipakai secara bergantian, dapat menjadi media penularan yang efektif. Kemungkinan penularan semakin bertambah, sebab kegiatan cukur rambut pasti disertai dengan kontak fisik.
Dengan kondisi tersebut, beberapa waktu ke depan barangkali semakin banyak dijumpai pria yang berambut lebih panjang atau gondrong. Bahkan, bukan tidak mungkin gaya rambut gondrong akan menjadi tren selama pandemi Covid-19 masih berlangsung.
“Sebenarnya saya ingin ke tukang cukur rambut, tapi nggak jadi karena ngeri. Ya sudah, nerusin bekerja di rumah saja,” kata Sohirin, mantan Staf khusus Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, Selasa, 4 Mei 2020.
Jurnalis senior yang sekarang tinggal di Semarang itu berusaha mematuhi seluruh protokol pencegahan, sambil terus menambah koleksi furniture dan berbagai ornamen arsitektur rumah berbahan kayu tua.
Di sejumlah daerah di Indonesia, penyedia jasa pangkas rambut mengalami penurunan jumlah pelanggan sejak adanya pandemi virus corona. Situasi tersebut juga ditemui di Kota Kediri, Jawa Timur.
“Pelanggan menurun hingga 50% dari kondisi biasanya,” ujar Mochammad Ali Rachman, pemilik Vintage Barbershop Kediri,
Lelaki yang akrab disapa Ali ini mengatakan, penurunan jumlah konsumen di barbershop miliknya terjadi karena para pelanggan merasa takut tertular virus corona. Padahal, di hari-hari normal gerai cukur rambut miliknya yang berada di Jalan KH Agus Salim Gang VII, Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri, banyak didatangi pelanggan. Apalagi, di saat menjelang hari raya lebaran, jumlahnya bisa meningkat berkali-kali lipat.
Kini, Ali harus merelakan barbershop yang berdiri pada 2016 itu sepi pengunjung. Sebagian dari mereka kini memilih bergaya rambut panjang alias gondrong hingga pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir.
“Bagi yang kini gondrong, saya sarankan sebaiknya lebih sering keramas dan menggunakan vitamin rambut,” kata pria dua puluh sembilan tahun itu.
Jika di masa pandemi ini rambut gondrong benar-benar menjadi tren, artinya masyarakat akan kembali menggemari style era 1970-an. Di dekade tersebut, rambut gondrong digandrungi kalangan kaum adam. Bahkan, jarang dijumpai pemuda berambut cepak, apalagi gundul.
Tren tersebut populer berkat pengaruh dari band-band rock di dekade 1970-an. Misalnya Deep Purple, Pink Floyd, Led Zeppelin, dan masih banyak yang lain. Rambut gondrong yang menjadi simbol kebebasan berekspresi itu menyebar melalui koran, majalah, dan film-film; kemudian populer di kalangan anak muda.
Bila menengok ke peradaban yang lebih lampau, rambut panjang juga ditemui di kehidupan masyarakat tionghoa. Di film Once Upon a Time in China yang berkisah tentang pendekar bernama Wong Fei Hung, digambarkan pria-pria Tiongkok zaman dahulu mempunyai gaya rambut yang unik. Botak di bagian depan, akan tetapi panjang dan dikepang pada bagian belakang kepala. Gaya rambut tersebut dikenal dengan istilah Taucang.
Taucang populer pada zaman Dinasti Qing yang berkuasa dari tahun 1644 hingga 1911. Selama lebih dari 250 tahun berkuasa, Dinasti Qing mewajibkan semua pria tionghoa untuk memangkas rambutnya dengan gaya Taucang. Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, hukumannya adalah dipenggal.
Gaya rambut ini pertama kali diperkenalkan orang-orang Manchu atau Manchuria. Orang-orang Manchuria dikenal sebagai penunggang kuda yang mahir. Mereka memutuskan untuk menggunduli bagian depan rambut agar ketika sedang berkuda pandangan mata tidak terhalang rambut.
Berbeda dengan tren rambut gondrong di era 1970-an dan zaman Dinasti Qing yang lebih didasari ideologi atau gaya hidup, masyarakat sekarang memilih berambut panjang karena keadaan. Di tengah wabah virus corona, keputusan menunda memotong rambut diambil sebagai salah satu upaya mencegah meluasnya penularan. Dan itu bukan dosa. (Kholisul Fatikhin, M. Yusuf Ashari)