DUDUK bersila, mengenakan blangkon, dan berbaju batik, Poedianto memetik gitar sembari melantunkan lagu berjudul “Ojo Gegabah”. Tembang dengan lirik bahasa Jawa yang berisi nasehat itu merupakan ciptaannya sendiri. Selama pandemi Covid-19, guru Bahasa Jawa di SMK Pariwisata Satya Widya Surabaya ini sudah menghasilkan 120 karya.
Ide tentang mengarang lagu muncul saat semua pembelajaran dipindahkan ke online. Kondisi tersebut rupanya berhasil mendorong kreatifitas Poedianto. Kakek 61 tahun tersebut lalu mulai merangkai diksi-diksi Jawa menjadi lagu. Tujuannya yaitu agar pelajaran lebih gampang dipahami para siswa.
”Mengajar Bahasa Jawa secara online akan lebih mudah dipahami oleh siswa jika diajarkan lewat lagu,” ujar Poedianto, Senin 28 Desember 2020.
Menurutnya, merangkai lirik tidak boleh sembarangan. Hal prinsip yang perlu diperhatikan salah satunya adalah pesan yang ingin disampaikan. Sejauh ini, lagu ciptaannya terdiri dari berbagai tema. Selain soal nasehat hidup, ada pula yang bercerita tentang pendidikan, persahabatan, bahkan asmara.
Inspirasinya membuat syair maupun nada kebanyakan muncul saat sedang bersantai di rumahnya di Jalan Menur Nomor 84 Kota Surabaya. Poedianto mengatakan, waktu luang di saat pembelajaran online memberikan banyak peluang menjadi lebih produktif.
“Semua lagu karangan saya di masa pandemi dapat dilihat di Youtube dengan nama akun Poedianto SH,” kata pria lulusan Fakultas Sastra Indonesia Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Dalam proses pengambilan gambar, dia dibantu sang istri, Ratna Susilowati dan cucunya, Kaka Akbar. Semua lagu tersebut diberi judul berbahasa jawa. Di antaranya, Paringan Rejeki, Sumilir Angin Wengi, Mung Kaya Ngene, Udan Isuk, Ojo Sumelang, Guru, Wancine Surup, Kelingan Rina Wengi, Darmaning Urip, Tembang Rembulan, Sinden, dan Ngombe Es Dhegan.
Dia mengaku jika lagu ciptaanya hanyalah karya sederhana. Apabila ada penyanyi yang berkenan, sangat dibolehkan menyanyikan lagu tersebut.
“Saya sebenarnya tidak ingin jadi penyanyi. Soalnya suara saya memang jelek, tetapi saya menikmati sebagai pencipta lagu Jawa,” kata kakek cucu 5 itu.
Kecintaan pada Bahasa Jawa terus mendorong semangatnya terus berkarya. Selain lagu, Poedianto juga aktif menulis cerita pendek. Di antaranya berjudul Sang Guru, Perawan Sendang Madu, dan Cinta Suci di Kaki Gunung Wilis. Semuanya ditulis di sela kesibukan mengajar di sekolah tempatnya mengabdi.
Beberapa tahun belakangan, sangat banyak lagu Jawa bermunculan dan populer. Akan tetapi menurut Poedianto, syair yang digunakan cenderung biasa alias bahasa keseharian di masyarakat. Padahal, bahasa Jawa masih banyak menyimpan diksi-diksi yang menarik.
Nah, melalui lagu maupun tulisan yang telah dikarang, dia berharap dapat memberikan kontribusi dalam melestarikan bahasa Jawa.Poedianto mengatakan, upaya tersebut harus dimulai di bangku pendidikan. Sebab, garda terdepan untuk menjaga kelangsungan bahasa, seni, budaya, dan tradisi bergantung pada pelajaran sekolah. Peserta didik harus dikenalkan tentang kebudayaan Jawa mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
”Dengan karya-karya itu, saya tidak mengejar ketenaran. Saya hanya ingin mengedukasi dan membuat generasi muda mencintai bahasa Jawa,” ujarnya. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post