SIAPA tak kenal Halim Perdanakusuma? Nama pahlawan nasional itu amat populer karena diabadikan menjadi nama bandar udara di Jakarta. Di awal kemerdekaan, Halim adalah pilot perang paling disegani di Angkatan Udara. Pria kelahiran Sampang, Madura itu berhasil menuntaskan 44 misi penerbangan di Angkatan Udara Inggris pada Perang Dunia kedua. Bahkan, terlibat kontak senjata melawan tentara NAZI yang dipimpin Adolf Hitler.
Namun siapa yang menyangka, pahlawan bernama lengkap Raden Abdul Halim Perdanakusuma ini pernah dijebloskan ke penjara di Kediri, Jawa Timur. Peristiwa itu berawal ketika serdadu Sekutu mendarat di Tanjung Priok, Jakarta pada Senin, 15 Oktober 1945. Saat ribuan pasukan itu tengah bersiap menuju Surabaya, Halim membelot. Dia menyeberang ke pihak tentara Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan.
Langkah pemihakan Halim diawali dengan berkunjung ke Kediri. Dia hendak mengunjungi kakaknya, R. Abdulrahim Pratalykrama, Syucokan Kediri. Syucokan adalah pejabat setingkat gubernur pada masa penjajahan Jepang. Saat memasuki kawasan Kediri, Halim Perdanakusuma langsung ditangkap karena dicurigai sebagai mata-mata militer.
“Penangkapan dilakukan karena Halim salah kostum,” kata Novi Bahrul Munib, Ketua Pelestari Sejarah-Budaya Kadhiri atau PASAK, Rabu, 3 Maret 2021.
Novi menjelaskan, kala itu Halim masih mengenakan seragam tentara sekutu, lengkap dengan segala atribut khas pasukan Agresi Militer pertama. Entah lupa mencopot atau mungkin hanya pakaian itu saja yang melekat di badannya.
Kedatangannya ke Kediri dianggap sebagai musuh. Sebab, di masa revolusi kemerdekaan Indonesia situasinya tengah genting karena Agresi Militer. Akibat seragam tentara sekutu tersebut Halim terpaksa mendekam di sel penjara bekas kolonial Belanda.
Penjara itu kini dikenal dengan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas IIA, di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Lokasinya berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
“Meski kakaknya, Abdulrahim Pratalykrama menjabat sebagai residen Kediri, Halim tidak bisa lolos begitu saja,” ujar Novi.
Sarjana Fakultas Sejarah Universitas Negeri Malang itu menambahkan, Halim baru bebas beberapa hari kemudian. Dengan pertimbangan bahwa Halim adalah aset berharga bangsa, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertahanan, Amir Syarifuddin memerintahkan agar mengeluarkan Halim dari tahanan. Keputusan itu hampir berbarengan dengan meletusnya pertempuran 10 November di Surabaya.
Kabar pembebasan tersebut akhirnya sampai ke telinga R. Soerjadi Soerjadarma. Tokoh pendiri Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) lalu mengajak Halim untuk memperkuat armada skuadron atau pesawat terbang militer. Sejak saat itu, Halim Perdanakusuma memulai babak baru. Sesuai dengan keahlian dan pengalaman yang dimiliki, Halim diserahi tugas sebagai Perwira Operasi Udara.
Halim mengkomandani serangan ke blokade Belanda, mengatur siasat serangan udara, dan operasi penerjunan pasukan di luar Jawa. Salah satunya pada dini hari 29 Juli 1947, dilakukan serangan udara pada tiga kota yang dikuasai Belanda, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Perlawanan itu mengejutkan Belanda yang sebelumnya memandang rendah kemampuan penerbang Indonesia.
“Sayangnya, Halim harus meninggal di usia yang masih sangat muda, 25 tahun,” kata Novi.
Halim gugur usai menyelesaikan misi di Bangkok, Thailand pada Desember 1947. Pesawat yang dikemudikannya terjebak cuaca buruk disertai dengan kabut tebal ketika melintas di daerah Labuhan Bilik Besar, Perak, Malaysia.
Sosok Halim yang tangguh dan pintar mengatur strategi perang di udara telah tiada. Namun, namanya akan tetap diingat dan abadi. Termasuk, kisahnya ketika membelot dari tentara sekutu, dipenjara di Kediri, lalu berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post