SALAH satu pemandangan yang mencolok selama pageblug virus corona ialah gedung-gedung sekolah yang nyaris seperti bangunan tak berpenghuni. Sebagaimana kompleks sekolahan yang terlihat di kawasan Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Blitar, dan kota-kota lain di Jawa Timur. Semua aktivitas belajar mengajar sekolah beralih dilakukan dari rumah karena darurat wabah. Belajar dari Rumah (BDR) itu berlaku sejak 24 Maret lalu, melalui Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 yang diterbitkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.
Meski kini kalender pendidikan Indonesia telah mendekati tahun ajaran baru, Mendikbud juga belum berencana mengaktifkan kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal tersebut diperkuat dengan menerbitkan SE Nomor 15 Tahun 2020, tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.
“Prinsipnya, keselamatan dan kesehatan lahir batin peserta didik, pendidik, Kepala Sekolah, dan seluruh warga satuan pendidikan menjadi pertimbangan utama kami,” kata Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang, dalam siaran pers pada 29 Mei 2020.
Chatarina mengingatkan dalam pelaksanaan BDR harus bisa memberi pengalaman bermakna bagi peserta didik. Ia mengimbau kepada para pengajar agar mengutamakan pendidikan kecakapan hidup. Alih-alih membebani siswanya dengan menuntaskan seluruh capaian kurikulum sekolah.
Dia menambahkan, materi pembelajaran dalam BDR bersifat inklusif sesuai dengan usia dan jenjang pendidikan, karakter, dan konteks budaya masing-masing daerah. Termasuk mempetimbangkan kesenjangan akses fasilitas yang lazim digunakan selama BDR, seperti gawai dan koneksi internet. Sehingga, aktivitas BDR bisa tak sama seiring dengan minat dan kondisi antar satu wilayah dengan yang lain.
“Umpan balik yang bersifat kualitatif lebih utama daripada nilai kuantitatif selama proses pembelajaran jarak jauh, dan yang tak kalah penting lagi adalah pola interaksi serta komunikasi positif antara guru dengan orang tua,” ujar Chatarina.
Edaran tersebut disambut baik oleh sekolah-sekolah di Tanah Air. Di antaranya Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) Shirathu Al Rahman. Ruang belajar yang berlokasi di jalan Dharma Wanita IV RT 4 RW 1, Cengkareng, Jakarta Barat itu hingga kini masih memberlakukan sistem Pembelajaran Jarak Jauh. Sementara pendaftaran siswa baru dibuka dengan cara online saja.
Kepala SMPI Shirathu Al Rahman, Ma’mar menyampaikan kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam melakukan edukasi siswa dari rumah. “Mayoritas guru menafsirkan program Pembelajaran Jarak Jauh itu yang penting memberi tugas pada anak didik, jadi mereka hanya ngasih PR saja,” katanya.
Ia telah berulang kali menginstruksikan kepada seluruh tenaga pengajarnya agar menciptakan inovasi mandiri saat menyampaikan materi pelajaran. Namun ayah dari empat anak ini mengaku, tidak semua guru dalam lingkup sekolahnya mampu melakukan metode belajar baru.
Menurut Ma’mar, tantangan terbesar justru dihadapi para orang tua selama absennya kegiatan belajar di sekolah. Di tengah ancaman wabah, mereka harus membangun ketahanan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Meski tidak sepenuhnya mengadopsi sistem edukasi yang diterapkan sekolah, orang tua dituntut lebih aktif mendampingi kegiatan anak di rumah.
“Materi dan sarananya bisa menyesuaikan dengan yang tersedia dalam cakupan keluarga,” kata Ma’mar. Sebagai orang tua, dia pun sedang mendampingi putranya yang ingin memperdalam kemampuan bahasa Inggris melalui aplikasi Duolingo.
Mendikbud akan membuka sekolah kembali setelah mendapat kepastian situasi pandemi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan rekomendasi dari Menteri Kesehatan. Selama itu pula, para wali murid harus merelakan tenaganya untuk meramaikan kegiatan belajar di rumah. Sekaligus sebagai pelipur generasi penerusnya yang sudah rindu ingin ke sekolah. (Naim Ali)