DALAM kepungan pageblug virus corona, para seniman terus berupaya dengan segala cara agar tetap bisa berkarya. Baik itu membuat pameran virtual, kelas pelatihan online, hingga menciptakan kantung kultural bersama komunitasnya secara mandiri. Sebagaimana yang dilakukan Jumaldi Alfi. Perupa asal tanah Minang ini, mengaktualisasi diri karena pandemi bersama kelompok seni rupa Jendela.
Pergulatan diri Alfi selama masa isolasi, akan ia ceritakan kembali di bincang-bincang online #BasriMenyapa bertajuk Isolasi dan Kontemplasi, pada Selasa, 7 Juli 2020, pukul 19.30 WIB. Webinar seri keempat ini diselenggakan dan dipandu oleh kurator seni dan esais isu-isu sosial budaya, Bambang Asrini Widjanarko.
“Pengalaman individual Alfi sebagai seniman lukis cukup menginspirasi, khususnya saat menghadapi krisis tersebab pandemi,” kata Bambang.
Menurut Bambang, isolasi karena wabah Covid-19 menjadi momen penting bagi Alfi untuk berkontemplasi. Khususnya untuk menengok kembali dua puluh tahun perjalanannya menapaki jalan seni. Sebuah pergulatan estetis tentang apa itu seni, lukisan, dan diri Alfi sebagai subyek pencipta karya-karyanya selama ini.
Usaha itu dikui Alfi sebagai salah satu penyelamat saat bergumul dengan wabah corona.
“Dialog dengan lukisan-lukisanku sendiri ini memungkinkan ditafsir lebih kaya, yang kelak mungkin menjadi pengetahuan-pengetahuan anyar” ujar Alfi.
Sebagai contoh, lukisan berjudul “Color Guide Series: Dear Painter Paint for Me”. Kreasi dengan materi akrilik di kanvas tahun 2018 – 2020 ini, dikerjakan saat ia merengkuh kegundahan lama. Baik itu tentang diri sendiri, seni lukis dan kemisteriusan yang selalu terhampar di antaranya.
Secara global, Alfi dan lukisannya gigih mengorek masa lalu dan menghubungkannya dengan pengalaman individual hari ini. Karyanya kerap beririsan ingatan tentang Indonesia-Jakarta, Sumatera Barat, Yogjakarta, Berlin, New York sampai Singapura dan Malaysia. Kesemua destinasi yang pernah disinggahi Alfi, dibingkai menjadi sejarah personal sekaligus komunal.
Alfi menyelesaikan studinya pada 1999 di Institut Seni Indonesia, Yogjakarta dan sempat meraih penghargaan sebagai finalis di Indonesian Art Award. Kelak ia menjelajahi berbagai benua, berpameran atau kerja-kerja personal atas undangan lembaga-lembaga seni internasional dari Asia, Eropa, Australia, dan Amerika.
Ia banyak membuka peluang industri seni melalui sejumlah ekshibisi. Semisal berpameran di Art Fair yang bekerjasama dengan galeri privat. Saat lain, dia meraih kesempatan menimba ilmu seni, menggali wacana termutakhir dengan bersua kurator, penulis, kritikus atau periset seni dengan program-program residensi manca negara.
Pencinta seni rupa Indonesia memandang Alfi sebagai pelukis yang acapkali menggunakan strategi visualisasi puitik. Alfi juga dikenal jadi salah seorang pendiri kelompok seni rupa Jendela. Komunitas yang piawai mengeksplorasi akar kultural Minang, menjadi karya yang bisa diterima publik masa kini. (Naim Ali)