BERADA di lahan seluas 1.000 meter persegi, Candi Kalicilik di Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, berdiri dekat dengan rumah-rumah penduduk. Dengan lebar 6,8 meter dan tinggi mencapai 8,3 meter, candi berkonstruksi batu bata merah ini nampak menonjol di antara bangunan di sekitarnya. Nama Kalicilik diambil dari bahasa Jawa, kali yang berarti sungai, sedangkan cilik artinya kecil.
“Dulu di depan candi ada sungai kecil untuk jalur lahar Gunung Kelud,” kata Mariyadi, Juru Pelihara Candi Kalicilik, Sabtu, 27 Juni 2020.
Baca Juga: Sabo Dam, Jembatan Pengendali Lahar Kelud
Di pintu masuk candi terdapat pahatan angka 1271 Saka atau tahun 1349 Masehi yang ditulis dalam bahasa Jawa Kawi. Berdasarkan tulisan tersebut, dapat diketahui jika benda arkeologi itu eksis di masa Kerajaan Majapahit. Tepatnya, pada era pemerintahan Tribhuwana Wijaya Tunggadewi yang berkuasa di tahun 1328 hingga 1351.
Keberadaan candi di lereng Gunung Kelud ini juga masuk dalam buku catatan perjalanan Sir Thomas Stamford Raffles berjudul History of Java. Pada tahun 1815, Gubernur Letnan Hindia Belanda itu menulis Candi Kalicilik dengan nama Candi Genengan. Penyebutan itu diambil Raffles berdasarkan keterangan dari penduduk sekitar candi.
Dari kajian toponimi atau penamaan kawasan, kata genengan merujuk kepada tempat pendharmaan atau penyimpanan abu jenazah Sri Ranggah Rajasa atau Ken Arok. Dalam kitab Nagarakrtagama disebutkan bahwa abu kremasi pendiri Kerajaan Singasari itu disemayamkan di kawasan bernama “Kagnangan”.
Salah satu kisah populer yang melekat dengan kehidupan Ken arok yaitu tentang Keris Mpu Gandring. Senjata pusaka itu menjadi bagian dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singasari. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit Singasari, termasuk pendiri dan pemakainya: Ken Arok.
Dugaan tentang Candi Kalicilik sebagai lokasi pendharmaan Ken Arok diperkuat dengan pendapat Prof. Dr. Agus Aris Munandar, Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Departemen Arkeologi Universitas Indonesia. Dalam Seminar Naskah Kuno Nusantara pada tahun 2005, dia mengatakan bahwa adanya angka tahun yang terpahat di pintu Candi Kalicilik bisa saja hanya sebagai peringatan pemugaran. Besar kemungkinan, bangunan itu telah berdiri sebelum Kerajaan Majapahit, yaitu di masa Kerajaan Singasari.
Untuk membuktikan benar tidaknya keterkaitan antara Ken Arok dengan Candi Kalicilik, tentu dibutuhkan penelusuran yang lebih mendalam. Namun, secara rancang bangun, bentuk Candi Kalicilik sepintas mirip dengan Candi Ngetos di Kabupaten Nganjuk yang terindikasi menjadi tempat penyimpanan abu jenazah Hayam Wuruk, penguasa Kerajaan Majapahit.
“Dulu ada dua arca yang terletak di dalam dan di depan candi, tapi sudah hilang karena dicuri,” kata Mariyadi.
Meskipun kini tidak dijumpai arca, hal itu tidak mengurangi keindahan Candi Kalicilik. Di beberapa bagian candi dihiasi ornamen bercorak peradaban kuno. Misalnya, ornamen kala di empat sisi candi sebagai simbol keagamaan bernafaskan Hindu-Siwa. Berbentuk kepala raksasa yang memiliki taring, jelmaan putra Dewa Siwa diapit pahatan naga dan dihias permata bermotif tengkorak.
Selain Kala, terdapat motif sulur-suluran yang mengelilingi bagian tubuh candi. Ukiran itu melambangkan kehidupan yang bertumbuh, lambang kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta. Bukan hanya di Candi Kalicilik, corak ini hampir selalu ada di candi yang berada di kawasan Jawa Timur. (M Yusuf Ashari)