DUDUK di kursi ruang tamu, Andri tengah asyik menonton acara talkshow di televisi. Tak lama kemudian, tayangan berganti iklan. Pria berbaju singlet itu lalu mengambil gawainya yang sedang dicas. Raut wajahnya tampak sumringah ketika membalas chat whatsapp.
Kenikmatan menonton televisi baru dirasakan Andri setahun terakhir. Rumahnya di Kampung Onggoboyo, Desa Babadan, Ngancar, Kabupaten Kediri itu baru mendapat aliran listrik pada tahun 2023.
“Sejak saya lahir baru sekarang bisa menonton televisi di rumah,” kata Andri, Selasa, 6 Februari 2024.
Pria 30 tahun itu adalah generasi ketiga di kampung itu. Kakeknya merupakan salah satu penghuni pertama di Onggoboyo. Sejak kampung ini berdiri, Andri dan tetangganya hidup dalam kegelapan.
Ketika malam hari, warga mengandalkan penerangan dari genset. Namun, 3 lampu LED per rumah hanya bisa menyala selama 3 jam. Pembangkit listrik berbahan bakar bensin ini mulai digunakan pada 2014.Sebelumnya, selama berpuluh-puluh tahun, warga memanfaatkan lampu minyak tanah.
Permukiman di lereng Gunung Kelud ini sudah berdiri sejak zaman Kolonial Belanda. Kampung Onggoboyo dibangun sebagai rumah para pekerja di Pabrik Bendoredjo. Industri ini menjadi salah satu penghasil tapioka dan karung goni terbesar era Hindia Belanda.
Ketika Indonesia merdeka, lahan Pabrik Bendoredjo termasuk Kampung Onggoboyo dikuasai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X. Sebanyak 13 kepala keluarga yang kini menghuni 11 rumah di Onggoboyo merupakan keturunan dari buruh tani di kebun PTPN X. Sehari-hari, mereka bekerja merawat lahan yang ditanami tebu.
Kampung seluas setengah hektar ini terletak di tengah perkebunan tebu. Dari jalan utama Desa Babadan, jaraknya sekitar 2 kilometer. Satu-satunya akses menuju Kampung Onggoboyo dengan melewati jalan tanah. Jika musim panen tebu, jalur itu seperti labirin.
“Karena jumlah penduduk sedikit dan lokasinya sulit dijangkau, jadi kesulitan mendapat listrik,” kata Suwantik, Ketua RT Kampung Onggoboyo.
Lelaki 54 tahun ini mulai bekerja di kebun PTPN X pada tahun 1984. Dipercaya sebagai Ketua RT sejak 2008, dia mengusulkan fasilitas listrik dan air. Permintaan warga itu akhirnya terwujud pada 2023. Pihak PTPN X mengalirkan listrik melalui kabel yang ditanam di bawah tanah.
Ketersediaan listrik membuat warga mulai menambah barang elektronik. Mulai dari televisi, handphone, hingga hiburan seperti sound system. Warga juga menambahkan lampu untuk penerangan jalan.
“Saat masih pakai genset pengeluaran bisa 300 ribu per bulan, sekarang lebih murah hanya 100 ribu per bulan,” kata Suwantik.
Setelah perjuangan mengalirkan listrik berhasil, Suwantik kini berharap rumah warga direnovasi. Sebagian besar rumah sudah termakan usia, bahkan hampir roboh. Hanya sebelas rumah yang kini masih berdiri, akan tetapi genteng, dinding, dan pintu sudah rusak.
Menyangkut hal ini, Pemerintah Desa Babadan sudah berencana merenovasi rumah-rumah di Onggoboyo. Perangkat desa telah berkomunikasi dengan pihak PTPN X.
“Saya bersama pak lurah sudah mengupayakan, Direksi PTPN X di Surabaya juga sudah mengizinkan adanya renovasi,” ujar Imam Syafii, Kepala Dusun Babadan.
Izin yang sudah dikantongi itu membuat pemerintah desa bisa segera merenovasi rumah warga. Imam berharap, kehidupan masyarakat di Onggoboyo tersebut bisa lebih layak dan tidak terpinggirkan. Setidaknya kini sudah tidak gelap lagi. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post