SAAT terbaring di ruang isolasi Covid-19, Rumah Sakit St. Carolus Jakarta pada September 2020, Prasetyo Nurhardjanto pernah mengucap nazar. Jika sembuh, dia bertekad akan menjadi pendonor plasma konvalesen bagi pasien corona lainnya. Kini, tiga bulan usai dinyatakan negatif dari virus corona, pria lima puluh tahun itu menepati nazarnya dengan menyumbangkan plasma darah sebanyak 5 kali.
Dalam sekali donor, plasma yang berhasil dikeluarkan dari tubuh Prasetyo mencapai 500-600 ml. Jumlah tersebut bisa digunakan untuk proses penyembuhan 2 pasien positif Covid-19. Dengan catatan, golongan darah antara pendonor dan pasien yang akan menerima donor plasma tersebut harus sama.
“Mengidap Covid-19 memang sebuah musibah, namun bisa menjadi berkah karena dapat membantu orang lain,” kata Prasetyo, Rabu 20 Januari 2021.
Proses donor sebanyak lima kali itu sudah menghasilkan total 12 kantong darah. Artinya, ada lebih dari 20 pasien positif Covid-19 akan mempunyai harapan sembuh berkat pendonoran plasma yang dilakukan Prasetyo.
Belum dimulainya distribusi vaksin secara massal ke masyarakat, membuat plasma darah para penyintas Covid-19 seperti Prasetyo kini banyak dicari. Secara medis, di dalam darah orang yang sembuh dari paparan virus corona mengandung antibodi. Jika zat antibodi tersebut ditransfusikan ke tubuh pasien positif Covid-19, maka akan mampu mengurangi paparan virus dan mempercepat kesembuhan.
“Seseorang yang sudah mendapat plasma darah dari penyintas, persentase kesembuhannya lebih tinggi,” kata dr. Fauzan Adima, Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri.
Menurutnya, metode transfusi plasma sebenarnya bukan teknologi baru dalam dunia kedokteran. Terapi ini sudah digunakan cukup lama, jauh sebelum ada virus corona. Misalnya, saat pandemi Flu Spanyol pada tahun 1918, wabah flu babi, SARS dan ebola, serta MERS.
Dia menambahkan, cara penyembuhan ini tidak bisa disamakan dengan vaksin. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Zat plasma konvalesen bentuknya adalah antibodi yang sudah jadi. Sedangkan vaksin, bertujuan merangsang tubuh supaya membentuk antibodi.
Kini, dengan angka kesembuhan Covid-19 di Indonesia yang mencapai lebih dari 720 ribu, secara matematis sebenarnya tidak sulit menemukan para pendonor. Akan tetapi, ada banyak kriteria medis yang harus dipatuhi. Dengan kata lain, tidak semua pasien sembuh Covid-19 bisa menyumbangkan plasma darahnya.
“Persyaratannya memang tidak sampai 10 kriteria. Tetapi mencari pendonor ternyata tidak mudah,” kata Prasetyo.
Dia menerangkan, mereka yang bisa diambil plasmanya adalah orang yang pernah mengidap Covid-19 dengan kategori menengah hingga berat. Proses pendonoran juga harus dilakukan dalam jangkan waktu 14 hari setelah terkonfirmasi negatif. Selain itu, diprioritaskan pada orang dengan usia 18-60, berjenis kelamin laki-laki, serta tidak punya penyakit bawaan.
Sarjana Lulusan Fakultas Hubungan Internasional Universitas Jember melanjutkan, ketika mereka yang hendak mendonor sudah berada di PMI, masih harus diperiksa lagi kualitas darahnya. Menurut pengamatan Prasetyo, dari situlah banyak calon pendonor yang gagal. Alasannya, karena kebanyakan penyintas belum begitu memahami bagaimana menjaga kualitas darah.
“Beberapa waktu lalu saat akan mendonor, dari 6 orang yang datang bersamaan dengan saya, 5 orang ditolak karena kolesterolnya tinggi,” ujar lelaki yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Pelatihan Satgas Covid-19 Nasional itu.
Normalnya, penyintas Covid-19 sebenarnya hanya bisa berdonor plasma sebanyak 3 kali. Setelah itu, antibodi akan hilang seiring waktu, tergantung pola makan dan gaya hidup para penyintas. Jika dapat menjaga imunitas seperti Prasetyo, proses donor bisa dilakukan lebih dari 3 kali.
Memasuki awal tahun 2021, program vaksinasi mulai digulirkan Pemerintah sebagai solusi meredakan pandemi Covid-19. Akan tetapi, keberadaan vaksin tidak akan memulihkan keadaan dalam waktu singkat. Vaksinasi massal memerlukan sarana dan prasarana, sistem distribusi ke semua daerah, serta kesiapan tenaga medis.
Proses tersebut diperkirakan akan membutuhkan waktu sekitar enam bulan bahkan setahun. Setidaknya, terapi plasma darah dapat mendongkrak angka kesembuhan korban positif corona, sebelum vaksin Covid-19 terdistribusi ke semua lapisan masyarakat. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post