JIKA kebanyakan penjual ketupat berada di pasar atau lapak-lapak di pinggir jalan, lain halnya dengan yang dilakukan Kristanto Eka Putra. Ia menjajakan makanan khas Nusantara yang biasa disantap saat Idul Fitri di atas Vespa. Scooter modifikasi yang ia namai “Transformer 4.0” itu sejatinya ialah kedai portable untuk usaha warung kopi. Khusus tiap musim lebaran, kedai yang menempel di bodi Vespa PX ini hanya menawarkan aneka dagangan ketupat.
“Warung saya menjual ketupat hanya pada hari kedua sampai hari kedelapan Lebaran saja, setelah itu jualan kopi seperti biasa lagi,” kata pria yang akrab disapa Eka itu pada Rabu, 27 Mei 2020.
Warungnya dibuka mulai pukul delapan pagi hingga menjelang Isya’, di jalan Teuku Umar, Kota Kediri, Jawa Timur. Berdiri tepat di depan SDN Ngadirejo 1, di kawasan Ngadisimo, Kecamatan Kota.
Eka mematok harga per 10 biji ketupat matang sebesar 30.000 Rupiah. Sedangkan untuk anyaman janur atau selongsong ketupat dihargai 7.000 Rupiah per 10 biji. Sementara sayur dan lauknya dijual dengan nilai yang bervariasi.
Lelaki yang selalu pakai topi rasta itu menjalani rutinitas jualan ketupat sejak tahun 2007. Awalnya hanya untuk mendukung usaha istrinya, Supriyani, yang sehari-hari menjajakan ketupat sayur di pasar Ngadisimo. Tambahan pundi-pundi rupiah yang berhasil ia kumpulkan tiap musim Lebaran, membuat usaha sampingan itu masih melaju sampai sekarang.
Namun omset penjualan ketupat kali ini cenderung sepi, seiring dengan derasnya terjangan wabah Covid-19 di tengah perayaan Idul Fitri. Meski begitu, Eka bersyukur serangan pagebluk itu tidak melunturkan tradisi kupatan di Indonesia. Hal itu terlihat dari sirkulasi pembeli di warung vespa miliknya.
“Masih ada pelanggan datang, mayoritas membeli selongsong ketupat,” katanya.
Bassis grup band Dupa ini memaklumi bila para pelanggan memilih memasak ketupat sendiri. Selain langkah itu paling aman dalam menanggulangi penyebaran virus corona, kedainya juga tidak melayani pembeli yang berniat makan di lokasi. Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menjaga diri dan mengurangi risiko infeksi Covid-19 di warung vespa miliknya.
Sepi atau ramai, apa yang dilakukan Eka itu membuktikan pandemi tidak mampu menggerus eksistensi kupat dari budaya Indonesia. Menyantap hidangan pelengkap saat merayakan Lebaran ini, menjadi kegembiraan baru kala rasa was-was menghantui masyarakat luas akibat ancaman virus corona.
“Masih banyak yang ingin buat kupat, tapi jarang ada yang jualan selongsong kupat karena wabah corona,” kata Muhaimi Siti Rahmawati, salah satu pembeli ketupat di warung Vespa Transformer 4.0 milik Eka. (M Yusuf Ashari)