AKTIVITAS merajut tak hanya identik dengan perempuan. Keahlian mengaitkan benang menjadi lembaran kain ini juga dikuasai kaum pria. Salah satunya, Yogi Setyawan. Lelaki asal Kediri, Jawa Timur itu mahir merenda tali rajut untuk dijadikan produk fesyen seperti tas, baju, dompet, dan topi.
Yogi sudah menekuni dunia rajut yang dikerjakan secara manual atau handmade ini selama hampir 15 tahun. Berawal dari sekadar hobi, siapa sangka rajutan buatannya laku di pasaran. Dia memberi nama produk rajutan itu dengan sebutan Lanang Rajut. Dalam bahasa Jawa, lanang artinya laki-laki.
“Sangat jarang lelaki yang bekerja sebagai perajut seperti saya,” kata Yogi, Minggu, 31 Oktober 2022.
Pria berusia 29 tahun ini bercerita jika keterampilan merenda mulai dipelajari saat dia berada di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Saat itu, dia ikut merantau bersama orang tuanya yang membuka bisnis warung makan. Selama 7 tahun di Kalimantan, Yogi menghasilkan beragam karya rajutan, bahkan hampir semuanya laris terjual.
Pada 2016, dia memutuskan pulang ke kampung halamannya di Desa Puncu, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri. Kawasan itu terletak di lereng Gunung Kelud. Ketika produknya itu dipasarkan di Kediri, justru sepi peminat. Meski begitu, dia tak putus asa dan terus berkarya.
Keahlian Yogi baru diketahui secara luas ketika dia mengikuti pelatihan membuat kerajinan tali yang diadakan Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri. Pada acara itu, dia menenteng tas rajut. Tas buatannya ini berhasil memukau para peserta maupun pemerintah.
“Dari acara itu saya sering diajak mengikuti pameran di Kediri dan kota lain seperti Bandung, Surabaya, dan Situbondo,” kata lelaki yang hanya lulusan sekolah menengah pertama itu.

Yogi akhirnya mendapat akses publikasi lebih luas, fasilitas produksi, hingga izin usaha. Satu karya dijual dengan harga termurah 35 ribu rupiah. Sedangkan yang paling mahal yaitu 800 ribu rupiah.
Karya milik Yogi memiliki ciri khas warna menyala dengan hasil rajutan yang sangat rapi dan padat. Dalam sebulan, dia bisa membuat kurang lebih 6-7 tas ukuran standar. Penghasilan yang diperoleh tiap bulan sekitar 5-10 juta rupiah.

Produk buatan Yogi sengaja tidak dipasarkan melalui marketplace seperti facebook, shopee, dan tokopedia. Menurutnya, di pasar online banyak rajutan buatan mesin dengan kualitas lebih rendah. Jika memaksakan menaruh produk di marketplace, justru tidak banyak yang tertarik. Sebab, kecenderungan orang membeli lewat online selalu mencari barang dengan harga murah.
“Pesanan paling banyak datang dari instagram,” ujar Yogi.
Untuk menambah penghasilan, dia beberapa kali membuat kelas merajut offline maupun online. Peserta terbanyak di kelas yang dia buat yaitu diikuti 1200 orang dari seluruh daerah di Indonesia. Sistem kelas online digelar lewat grup whatsapp. Hasil rajutan peserta lalu dikirim lewat paket untuk kemudian dievaluasi.
Pada 2018, peserta kelas diajak melakukan donasi 1000 koyah untuk anak yatim. Di luar dugaan, respon mereka melebihi ekspektasi awal. Ada yang memberi benang rajut secara cuma cuma untuk dijadikan kopyah, jilbab, dan beragam alat beribadah lainnya.
Saat ini, Yogi juga aktif menjabat sebagai Ketua UMKM Kecamatan Puncu. Dia gemar membuka berbagai kelas keterampilan serta kiat-kiat merintis usaha. Yogi berkeinginan mengajak lebih banyak pemuda menjadi seorang pengusaha di berbagai bidang yang diminati. (Oktavina Dwiyanti, Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post