TAMAN kecil di depan Stasiun Kediri kini dirombak total. Pohon beringin yang menjadi ikon stasiun ditumbangkan. Tak ada lagi peneduh yang biasanya digunakan tukang becak, ojek, maupun penjemput penumpang. Area seluas 11×2 meter itu diubah menjadi monumen lokomotif uap.
“Monumen tersebut harapannya bisa menjadi salah satu landmark Kota Kediri,” kata Kuswardoyo, Manager Humas PT. Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) VII Madiun, Rabu, 31 Juli 2024.
Pria kelahiran Bandung itu menjelaskan, pembangunan monumen dipengaruhi perkembangan Kota Kediri yang kian pesat. Penataan ulang wajah Stasiun Kediri ini dilakukan lewat koordinasi dengan Pemerintah Kota Kediri.
Peresmian monumen lokomotif uap sebenarnya hendak dibarengkan dengan Hari Jadi Kota Kediri. Namun, proses renovasi ternyata melebihi batas perkiraan, sehingga peresmian terpaksa diundur.
“Tanggal pasti peresmian masih kita koordinasikan dengan Pemkot, tapi yang jelas tahun ini,” ujar Kuswardoyo.

Rencanannya, lokomotif yang akan dipasang di depan stasiun Kediri yakni seri C26 yang didatangkan langsung dari Daop VII Madiun. Lokomotif buatan pabrik Henschel, Jerman ini dulunya beroperasi di kawasan Kediri pada era kolonial Belanda hingga akhirnya pensiun pada 1979. Informasi kesejarahan kereta api di Kediri itu nantinya akan dipasang pada papan di sebelah timur monumen.
Jika menelisik catatan sejarah lebih dalam, masyarakat biasa mengenal lokomotif seri C26 itu dengan sebutan Sepur Lempung. Lokomotif tersebut didatangkan oleh perusahaan Belanda yaitu Kediri Stoomtram Maatschppij (KSM) pada tahun 1914 hingga 1926. Sejumlah 10 unit kereta berbahan bakar kayu jati ini hilir mudik di area-area perkebunan, khususnya tebu dan industri gula. Daerah operasi rutenya yaitu menghubungkan kawasan Kediri–Pare–Jombang.
Ramainya lalu lintas perkeretaapian di Kediri itu salah satunya tercatat pada buku The Social History of an Indonesian Town karya Clifford Geertz. Mulai dari 1915 hingga 1929, rata-rata kereta KSM mengangkut 300 ribu ton hasil perkebunan per tahun. Sepanjang periode itu pula, jumlah penumpang per tahunnya yaitu sekitar 1,5 juta orang. Transportasi kereta api yang lebih sistematis ini pada akhirnya juga menggeser perahu angkutan di Sungai Brantas.

“Kalau memang yang datang nanti lokomotif seri C26, ini seperti pulang kampung,” kata Yazid Bustomi, penggiat komunitas Pelestari Sejarah dan Budhaya Kadiri (Pasak).
Saat bepergian melewati Madiun, dia sempat mengetahui lokomotif seri C2606 dalam keadaan terbungkus. Dia berasumsi bahwa lokomotif itu akan dibawa ke Stasiun Kediri.
Menurutnya, lokomotif ini sempat menghilang. Pada 1970-an, kepala kereta itu dibawa dari Kediri menuju Balai Yasa Madiun untuk perbaikan rutin. Namun setelahnya tidak ada catatan tertulis ataupun foto mengenai keberadaan lokomotif seri C26.
Selama hampir 50 tahun lebih pergi, kini sepur lempung itu kembali. Pembangunan monumen semakin memperkuat sejarah bahwa Stasiun Kediri di masa lalu menjadi pusat transportasi utama. (Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post