Seperti di kota dan daerah lain, hiruk-pikuk dunia musik di Kediri juga terus bergulir. Berbagai genre musik hadir di tengah-tengah masyarakat. Baik dalam bentuk rekaman yang bisa dinikmati di ruang paling pribadi, maupun berupa pertunjukan.
Sebut saja dangdut dengan segala variannya, begitu membahana di seluruh pelosok pemukiman, atau reggae yang kerap membius acara-acara komunitas. Keroncong juga menjadi musik yang kerap muncul di berbagai hajatan dan acara resmi di Kota dan Kabupaten Kediri. Termasuk juga musik rock yang terus mengemuka di berbagai pagelaran dan memiliki basis komunitas yang militan.
Jika ada genre musik yang jarang muncul di Kediri akhir-akhir ini barangkali adalah jazz atau blues. Kalau toh terdengar, mungkin hanya sayup-sayup di radio atau beberapa tempat ngopi.
Beberapa pekan terakhir, alunan musik jazz kerap mengalun dari sebuah rumah di kawasan Singonegaran, Kota Kediri. Sejumlah musisi berkumpul di kediaman pasangan Eko Sumarsono dan Nanin. Selain berjam-session, mereka juga berdiskusi tentang musik yang sangat erat kaitannya dengan era perbudakan di Amerika. Musik yang awalnya dimainkan oleh para pekerja dari Afrika di New Orleans pada akhir abad 19 itu, telah menjadi kekayaan dunia.
“Sayang di Kediri kini mulai redup. Kami ingin membangkitkan lagi kegairahan jazz di Kediri dan membuka klinik yang mengurusi semua hal tentang jazz,” kata Eko, Kamis 10 November 2016.
Lelaki paruh baya berputera dua itu cukup kenyang malang-melintang di dunia jazz. Menginisiasi berbagai even jazz di tanah air, dia juga terjun ke dunia hiburan yang mengeksplorasi jazz. “Selama 20 tahun, saya main jazz di Bali,” kata Eko.
Nando, salah seorang musisi yang turut memperkuat kegelisahan di Singonegaran mengatakan, hal terpenting yang ingin diraih adalah munculnya kembali kader muda musisi jazz. Menurut dia, Kediri memiliki kekayaan luar biasa di bidang musik. Dari sisi keterampilan, musisi muda sekarang jauh melampaui kemampuan para pendahulu. “Harapan kami, ada musisi muda yang mulai tertarik menggeluti musik jazz,” kata Nando.
Di teras rumah berlantai putih dengan motif kembang merah kecoklatan, tiap sore nada-nada riff terus mengalun. Di bawah pilar penyangga, para musisi mulai menghangatkan kembali partitur dan improvisasi yang melenakan.
Siapa saja boleh singgah untuk berdiskusi dan bermain musik bersama, agar jazz kembali mengisi ruang-ruang kebudayaan di Kediri. (Naim Ali)