MEMASUKI masa New Normal bukan berarti ancaman terhadap virus corona diabaikan. Setiap hari masih ditemukan sedikitnya seribu orang terpapar Covid-19 di Indonesia. Jawa Timur contohnya, jumlah korban tertular dalam tiga minggu pasca pencabutan sistem pembatasan sosial (PSBB) terus meninggi.
Dibandingkan dengan daerah lain, pertumbuhan penularan SARS-CoV-2 di Jatim tergolong subur. Juru Bicara Pemerintah untuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GT-19), Achmad Yurianto, saat konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional pada Kamis, 2 Juli 2020, melaporkan akumulasi warga Jatim yang terpapar sebanyak 12.321 orang. Angka tersebut melampaui total korban corona di DKI Jakarta, yakni 11.637 orang.
“Kini Jatim menjadi provinsi dengan jumlah tambahan kasus positif Covid-19 tertinggi di Indonesia,” kata Achmad Yurianto.
Dari 19 kabupaten dan kota penyumbang kasus baru Covid-19 di Jatim, pasien terbanyak datang dari Surabaya Raya, yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik. Tingkat penjangkitan di ketiga wilayah ini terpantau melesat sejak awal April. Sehingga mendorong tim GT-19 Jatim menjalankan pembatasan sosial. Namun pada 9 Juni, PSBB terpaksa dihentikan untuk menyokong sektor ekonomi dan adaptasi menuju era New Normal.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, mengatakan penghentian PSBB bukan berarti tidak ada upaya penanggulangan lebih lanjut. Seperti penerapan protokol Covid-19 lebih ketat, serta upaya tracing yang terus digencarkan dengan rapid test massal dan swab.
“Semakin banyak tes yang dilakukan tentu memunculkan pertambahan kasus baru,” katanya.
Lonjakan jumlah korban, menambah panjang deretan warga Jatim yang terpapar. Penemuan klaster-klaster baru di sejumlah kawasan adalah titik awal meledaknya penyebaran Covid-19 di timur Pulau Jawa. Bahkan sampai saat ini, beberapa titik disinyalir masih aktif sebagai sumber penularan. Yaitu klaster Gowa, jamaah tabligh, Pesantren Temboro, dan Pabrik Rokok Sampoerna. Peningkatan jumlah infeksi ini kian melejit, seiring terbukanya arus pergerakan orang pada musim lebaran 2020 hingga masa transisi ke tatanan hidup baru.
Dari data, fakta, dan angka yang disampaikan para ahli dan pemangku kebijakan itu menunjukkan, bahwa masyarakat tak semerta-merta bisa lolos dari ancaman covid-19 kala memasuki era New Normal. Tantangan menghadapi periode ini justru lebih berat, karena tidak adanya kepastian kapan pandemi berakhir. Meningkatkan kewaspadaan menjadi cara terbaik, untuk tetap bertahan di bawah bayang-bayang virus mematikan yang hingga kini belum ada vaksinnya.
Menurut epidemiolog dari Universitas Airlangga Surabaya, Windhu Purnomo, diperlukan disiplin ketat di semua lapisan untuk mengeliminasi risiko penjangkitan di Jatim.
“Khususnya dalam penegakan protokol Covid-19 dan pengendalian kepatuhan warga,” kata Windhu. (Naim Ali)