WARGA Kota Kediri, Jawa Timur ini tidak menyangka, pundi-pundi penghasilan justru banyak diraup dari hobi yang baru digemarinya enam tahun silam. Selain aktif bekerja sebagai pegawai di Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Kediri, Trihadi Mulyono menghabiskan sebagian jam-jam produktif untuk mengelola bisnis budidaya tanaman anggrek.
Di halaman salah satu rumah di Jalan Kawi II, Mojoroto, Kota Kediri, Trihadi mendirikan green house. Shelter bagi tanaman tersebut digunakan oleh pria kelahiran Pati, Jawa Tengah untuk memaksimalkan tumbuh kembang flora bernama latin orchidaceae. Mulai dari tahap penanaman, penyemaian, dan pemeliharaan semuanya dilakukan di bangunan berukuran seluas lapangan voli ini.
Dirancang bukan sebagai tempat tinggal, greenhouse menggunakan plastik Ultra Violet (UV) sebagai atap. Jaring paranet atau penahan panas dibentangkan mengitar, berfungsi sebagai dinding. Plastik UV dan jaring berguna untuk menstabilkan tekanan udara dan angin, agar suhu tidak terlalu lembab maupun terlampau kering. Di samping itu, berfungsi untuk membentengi anggrek dari berbagai hama tanaman.
“Jika sudah ditaruh di dalam, maka 95% anggrek akan aman dari serangan hama,” kata Trihadi, Selasa, 11 September 2018.
Menurut Trihadi, masa rawan tanaman epifit ini berada di musim penghujan. Tungau, cendawan atau jamur, trips, ulat, dan berbagai macam hama, banyak menyerang ketika udara lembab. Meski sudah terlindungi, upaya preventif tetap dilakukan dengan memberi ramuan fungisida atau pembasmi hama.
Bangunan semi-permanen tersebut mulai beroperasi sejak setahun lalu. Sebelumnya, sarjana pertanian Universitas Brawijaya ini memusatkan usaha di rumahnya yang terletak Blok F Perumahan Griya Indah Permata Sari, belakang SMK PGRI 2 Kediri. Semenjak greenhouse berdiri, sayap bisnisnya makin berkembang.
“Sekarang anggrek yang kami pelihara sudah berjumlah sekitar 3.800 pot,” ujar mantan penyiar radio ini.
Ribuan anggrek terdiri dari berbagai varietas diletakkan pada wadah berupa pot elastis. Ditata berjajar menjadi beberapa leret; antara lain jenis anggrek dendrodium, anggrek bulan, anggrek macan, kateliya dan ragam varietas lainnya. Bunga tersebut ditaruh pada media tanam seperti sabut kelapa, akar pakis, akar kadaka, dan arang.
Untuk menarik konsumen, dia memanfaatkan akun media sosial pribadi. Kebanyakan pembeli via online berasal dari hampir seluruh kota-kota besar di Indonesia. Wilayah terjauh yang pernah dikirim, yaitu ke Kota Tual, Provinsi Maluku. Meski begitu, banyak pembeli di kawasan sekitar Kediri memilih langsung bertandang ke greenhouse. Dengan langsung ke lokasi produksi, mereka dapat bebas memilih barang sesuai selera.
Salah seorang di antaranya, yaitu Hadi Purnomo. Warga yang tinggal di Perumahan Wilis Indah ini mengaku sudah lama menggemari anggrek. Dia mengetahui informasi tentang usaha yang digeluti Trihadi dari teman kerjanya.
“Saya kesini mau beli anggrek bulan, dari informasi yang saya terima disini harganya murah” ujar Hadi.
Setiap jenis anggrek yang dijual, dikenakan harga bervariasi, tergantung model dan usia masa tumbuh. Untuk kategori remaja, dipatok harga dengan kisaran 38 hingga 70 ribu. Sementara dewasa atau yang siap berbunga, antara 50 hingga 120 ribu.
Dalam sebulan, sekitar 500 pot anggrek laku terjual. Jika dirata-rata, keuntungan yang diraup berkisar 35-50 juta rupiah per bulan. Angka tersebut belum dikurangi ongkos perawatan dan modal membeli bibit. Dari keuntungan berbisnis anggrek, Trihadi dapat merenovasi rumah, menyekolahkan anak, dan membeli 1 unit mobil.
Saat ini, lelaki yang gemar memakai topi ini masih harus membeli bibit anggrek dari petani di Bogor. Dan ambisi besarnya adalah mendirikan laboratorium yang memproduksi bibit anggrek secara mandiri. Modal terbesarnya, yaitu teori sudah dikuasainya sewaktu duduk di bangku kuliah. Di samping itu, pengalaman yang didapat ketika bergelut di dunia pertanian selama belasan tahun, membuatnya semakin yakin dengan semangat yang menyala-nyala. (Kholisul Fatikhin)