SUSUNAN batu bata merah berusia lebih dari seribu tahun ini populer disebut Candi Lor. Letaknya berada di Jalan Panglima Sudirman, Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Siapa sangka, candi yang secara fisik nampak akan ambruk ini adalah cikal bakal terbentuknya daerah bernama Anjuk Ladang, atau yang kini dikenal dengan nama Kabupaten Nganjuk.
Hal yang unik dari Candi Lor yaitu keberadaan pohon kepuh besar yang tumbuh tepat di badan bangunan candi. Kondisinya menyerupai Kuil Ta Prohm di komplek Candi Angkor Wat, Kamboja. Akar tanaman bernama latin Sterculia Foetida itu menjalar ke segala arah, menembus sela-sela bebatuan hingga terlihat seperti mencengkram candi.
“Pohon kepuh itu membuat candi tidak roboh atau ambruk meski di beberapa bagian telah lapuk termakan usia,” ujar Puji Hariono, Juru Pelihara Candi Lor, Rabu 13 Oktober 2021.
Puji menjelaskan, tanaman kepuh tersebut berusia sekitar 500 tahun. Sejak pertama kali ditemukan pada era Kolonial Belanda, pohon itu sudah menempel di tubuh candi. Sedangkan menurut para arkeolog, pohon ini kemungkinan tumbuh dari biji-biji yang dibawa oleh kelelawar. Ketika melintas, kelelawar barangkali secara tidak sengaja menjatuhkan biji kepuh ke dalam sela-sela bata candi.

Ketinggian pohon kepuh kini sekitar 30 meter yang mempunyai diameter mencapai empat meter, dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Kendati tampak masih kokoh, masyarakat sekitar tidak berani naik atau mengambil dahan maupun ranting. Sebab, masyarakat khawatir hal itu membuat candi runtuh, mengingat kondisi bebatuannya yang sudah mulai rapuh.
“Beberapa tahun lalu pohon itu sempat disuntik obat-obatan kimia, agar bisa mati atau tumbang,” kata Puji.
Dia menambahkan, tujuan mematikan pohon tersebut sebenarnya agar tidak semakin menambah kerusakan struktur candi. Akan tetapi, upaya itu sia-sia. Pohon kepuh hingga kini tetap berdiri kokoh, seperti tak ingin berpisah dengan candi.
Meskipun ke depan juga ada potensi merusak struktur candi, keberadaan pohon kepuh justru menjadi daya tarik bagi pengunjung. Akar-akar yang membelit bebatuan itu menambah kesan estetik candi sebagai tempat wisata sejarah di Nganjuk.
“Candi Lor akan tetap dipertahankan keasliannya dan tidak dilakukan pemugaran,” kata Puji.
Menurutnya, candi ini tidak terdapat relief, ukiran, maupun arca yang menggambarkan cerita epos dari masa lalu. Jika dilakukan pemugaran dengan menghilangkan pohon kepuh, hal itu pasti akan mengurangi keindahan dari Candi Lor.
Pada setiap bulan suro candi ini ramai dikunjungi warga dari berbagai daerah seperti Tuban, Solo, dan Yogyakarta untuk menggelar ritual-ritual tertentu. Sedangkan warga desa sekitar, biasanya mengadakan upacara adat bersih desa atau Nyadranan di halaman candi. Berbagai acara itu dilaksanakan setiap bulan Ruwah tanggal 11 dan 12 sebelum memasuki bulan puasa.
Dalam catatan sejarah, Candi Lor didirikan oleh Mpu Sindok, Raja pertama Kerajaan Medang atau Mataram Hindu pada tahun 937 Masehi. Nama lain untuk menyebut tinggalan arkeologi ini adalah Candi Boto, karena terbuat dari susunan batu bata merah. Akan tetapi, bagi masyarakat Nganjuk bangunan ini lebih dikenal sebagai candi kemenangan.
Candi Lor dibangun sebagai bentuk rasa terima kasih Mpu Sindok kepada warga Nganjuk. Saat berperang melawan Kerajaan Melayu atau Sriwijaya, Mpu Sindok dibantu masyarakat Kota Angin hingga akhirnya meraih kemenangan. (Herli Dewana Putra, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com dalam Program Kampus Merdeka Kemendikbud)
Discussion about this post