SEDIKITNYA 50 arca dari berbagai lapis kerajaan pernah ditemukan di situs Candi Penampihan di Dusun Turi, Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung. Benda-benda bersejarah tersebut kini disimpan di sejumlah museum. Dalam perkembangannya, ada keinginan agar puluhan barang purbakala itu dikembalikan ke tempat asal.
“Jika arca dikembalikan tentu sangat baik, namun sangat rawan terjadi aksi pencurian,” ujar Trijono, seorang sejarawan di Kabupaten Tulungagung, Senin, 1 September 2020.
Menurutnya, kondisi geografis di candi penampihan cenderung sepi karena jauh dari pemukiman warga. Situasi tersebut semakin memperbesar kemungkinan terjadinya tindak pencurian benda bersejarah. Maka, sejauh ini keputusan menaruh arca dan artefak di museum masih menjadi langkah terbaik.
Padahal, jika arca-arca ditaruh kembali ke area Penampihan, dapat semakin memperkaya kegiatan pariwisata. Jadi, pengunjung tidak hanya sekedar berfoto saja. Akan tetapi, juga dapat menambah wawasan mengenai tinggalan peradaban masa lalu.
Situasi itulah yang kini menjadi dilema bagi keberadaan arca dan relief candi. Adanya peninggalan sejarah tentu sangat baik untuk penelitian sejarah, sekaligus mendongkrak pariwisata. Di sisi lain, ketika dikembalikan sangat rawan hilang.
“Bukan hanya di Tulungagung saja, kondisi dilematis juga terjadi di lokasi heritage hampir di semua daerah di Indonesia,” kata Sarjana Arkeologi Universitas Udayana Bali.
Kini, bagi wisatawan yang merasa penasaran tentang arca, relief, dan prasasti Candi Penampihan, bisa menuju ke sejumlah museum. Misalnya di Museum Nasional Jakarta, terdapat tujuh lempeng prasasti berbahan tembaga dari situs Penampihan. Beberapa di antaranya berasal dari masa pemerintahan Kertanegara dari Kerajaan Singosari. Ada pula prasasti dari zaman Girindra Wardhana di era Majapahit akhir.
Sedangkan arca naga, dua buah patung laki-laki menyerupai Bima, Ganesha, dua arca tokoh wanita, dan sebuah bola batu, kini berada di Museum Wajakensis Tulungagung. Demikian pula arca yang dulunya berada di teras kedua, seperti sepasang arca Makara, Jaladwara berkepala ikan, dan Reco Penthung atau Dwarapala.
“Untuk relief Penampihan sudah dipindahkan ke Museum Trowulan Mojokerto,” kata Winartin, Juru Kunci Candi Penampihan.
Relief yang disimpan di Trowulan berupa pahatan hewan-hewan seperti kera, burung, ular, ayam hutan, babi hutan, hingga macan. Ada juga relief yang bercerita tentang tiga ekor gajah yang digunakan untuk membajak sawah. Itu menandakan pada seribu tahun lalu daerah sekitar candi penampihan sudah menjadi kawasan agraris.
Benda-benda bersejarah tersebut dulunya bertebaran di sekitar situs Candi Penampihan. Sebab, bangunan ini dimanfaatkan sebagai lokasi peribadatan para pemegang kekuasaan tanah Jawa di berbagai era. Mulai dari kerajaan Mataram Kuno, Kediri, Singosari, hingga Majapahit sekitar abad 9-14 Masehi.
“Tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat arca dan relief Penampihan bisa dikembalikan,” kata Trijono.
Asalkan, masyarakat ikut dilibatkan untuk menjaga keberadaan benda tinggalan sejarah. Untuk itu, perlu ada pembelajaran tentang arti penting perlindungan terhadap peninggalan nenek moyang. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post