Pengantar Redaksi:
Perjalanan panjang Kediri melahirkan banyak hal yang kelak mengawali keberlangsungan sejarah berikutnya. Seperti arus sungai yang susul-menyusul, sejarah Kediri bergerak dalam lapisan-lapisan tebal, panjang, kerap tak saling berhubungan. Salah satu noktah yang turut mewarnai peradaban yang beragam itu adalah sosok Tan Khoen Swie, lelaki Cina yang turut memahatkan keniscayaan berubahnya tradisi lesan ke dalam tradisi tulis. Bagaimana sepak terjang Tan di semak-belukar sejarah Kediri, Dwidjo U. Maksum melakukan penelusuran yang kemudian diracik secara bersambung untuk para pembaca kediripedia.com di manapun berada.
Selain buku-buku yang sudah dicetak, buku yang dikarang dan masih ditulis tangan oleh Tan Khoen Swie masih ada. Diantaranya, Babat Gianti seri I dan II, Kitab Kaweruh Pakih dan Niti Soerti Watjana yang ditulis dengan tinta hitam. Bahasa yang ada di buku juga tak melulu bahasa Melayu dan berhuruf latin. Namun, ada juga buku berbahasa Jawa berhuruf latin, serta buku berbahasa Jawa berhuruf Jawa murdho atau huruf Jawa besar.
Bagi orang-orang sastra di Jawa yang hidup di bawah tahun 1950-an, tidak asing dengan nama besar Tan Khoen Swie. Sejumlah gagasan milik pujangga dan pengarang kenamaan dari berbagai kota di Jawa, pernah diterbitkan oleh boekhandel Tan Khoen Swie. Banyak kalangan yakin, kiprah Tan dalam dunia penerbitan mendahului Balai Pustaka, penerbit yang didanai Pemerintah Belanda sekitar tahun 1920-an.
Sejumlah buku-buku popular yang diterbitkan diantaranya karya pujangga asal Surakarta R Ngabehi Ronggowarsito yang berjudul Kalatida. Selian itu juga Tiga Sastra dan Wedha Satya. Kitab Wulang Reh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Wedatama karya Mangkoenagoro IV, serta buku-buku karya R Ngabehi Yosodipuro dan pujangga Padmosusastro. Selain itu juga karya penulis asal Lumajang, Bojonegoro, Surabaya, Surakarta dan Yogyakarta.
“Mungkin nama besar para pujangga itu tidak akan muncul tanpa peran Tan Khoen Swie,” kata Kusharsono yang juga pernah menjadi Panitia Pelestarian dan Pengembangan Budaya dan Wisata Kota Kediri.
Dari katalog yang tersusun, jumlah buku terbitan Tan Khoen Swie mencapai 400 judul. Buku yang diterbitkan tergolong lengkap dan multidisipliner, diantaranya tentang filsafat Jawa, pengetahuan olah rasa, pengetahuan tentang rahasia wanita, pengobatan tradisional, sejarah, dunia binatang, dan lain-lain.
– Dari sisi hukum, yang telah diterbitkan Tan Khoen Swie misalnya: “Atoeran dari hal Melakoeken Hak Perkoempoelan dan Persidangan Dalem Hindia-Nederland” cetakan tahun 1932 yang dikarang oleh R Boedihardjo, Patih Loemadjang.
– Soal Sastra: Syair Percintaan, Pantun Penghibur Hati.
– Sejarah : Babad Mochamad (sejarah Nabi Muhammad), Babad Gianti dan Babat Tuban.
– Agama: Kawruh Pekih, Kabar Kiamat dan Budha Gutama, Kawroeh Mantig, Soeksma Wiwara, Ngelmi Panoedjoeman, Lajang Grajahan dan Begawan Senorodro. Buku-buku tersebut dicetak sekitar tahun 1920-an dan dijual dengan harga antara 0,35 – 0,95 gulden.
– Buku Pengetahuan Praktis : Kawruh Sanggama, Drajat Istri (kewanitaan), Primbon Ngadu Jago, Nitimani karya pengarang terkenal R Tanojo, yang banyak mengulas rahasia bersuami-istri, termasuk membahas liku-liku bersenggama. Demikian pula buku Asmaragama, yang dalam bahasa kini sex education..
– Buku Budi Pekerti ; Wedhatama, Jampi Susah, Paniti Baja.
– Buku Theosofi : Jati Murti, Kawruh Kasukman, Krida Grahita, Syech Siti Jenar.
– Pengetahuan soal Keris.
– Buku tentang Kitab Suci : Too Tik Keng, Tae Hak (berbahasa melayu), Ting Yong.
“Buku-buku kawruh kebatinan juga banyak diterbitkan dan digemari. Ini juga tak lepas dari strategi kontra penjajahan Belanda,yang akan langsung melarang pengedaran buku tertentu jika terlalu terang-terangan menentang rezim kolonial,” jelas Kusharsono.
Buku kebatinan yang telah diterbitkan antara lain berjudul Poestoko Rantjang, Tjipto Goegah, Sasmita Rahardja, Niti Prana, Djampi Gaib, juga Wedotomo. Ada lagi buku-buku petunjuk praktis, misalnya buku tulisan Tan Tek Sui tentang cara meramal. (Dwidjo U. Maksum) bersambung ~~~
Tulisan selanjutnya: BOEKHANDEL TAN KHOEN SWIE DIWARISKAN PADA SI BUNGSU (Tulisan VI)