Saat mahalnya wayang kulit menjadi kendala, wayang karton memberikan solusi bagi mereka yang ingin belajar menjadi dalang. Salah satu pembuat wayang karton adalah Russidiq Suryo Darsono, warga Desa Tiru, Gurah, Kediri.
RIKO Daryanto, dalang cilik ini begitu piawai memainkan lakon pewayangan dalam sebuah latihan di sanggar Pojok, Wates, Kabupaten Kediri, pada pertengahan Juli 2015, sore. Dia menggunakan wayang karton yang terbuat dari kertas duplek atau dikenal dengan kertas karton .
Riko yang bukan berasal dari keluarga berada ini sebelumnya cukup kesulitan mengembangkan bakatnya mendalang karena harga wayang kulit yang mahal. Dengan wayang karton yang harganya terjangkau, dia bisa belajar mendalang.
Sebenarnya wayang karton ini tidak setangguh wayang kulit. Namun, ada alasan lain yang membuat Riko memilih wayang karton. “Kalau kulit binatang lebih mudah memainkan, lebih kaku. Karton kadang mudah robek. Tapi, harganya lebih terjangkau,” kata remaja 15 tahun ini.
Dikutip dari berbagai sumber, wayang sudah ada dan berkembang di indonesia sekitar tahun 1500 sebelum masehi, jauh sebelum agama dan budaya dari luar masuk indonesia.
Wayang berkembang pesat setelah masuknya agama Hindu pada abad keenam, ketika lakon wayang diperkaya dengan kisah-kisah ramayana dan mahabarata. Bahkan, wayang juga menjadi bagian ritual agama dan pendidikan pada masyarakat. ( sumber: http:.supraba15.blogspot.com,2013,04,sejarah-asal-usul-wayang.html)
Pada 7 November 2003, UNESCO menetapkan wayang sebuah pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari indonesia sebagai masterpiece of oral and intangible heritage of humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur. (sumber : wikipedia.com)
Namun, tak sembarang rakyat jelata bisa menjadi dalang. Harga wayang kulit cukup menguras isi dompet . Satu tokoh wayang kulit paling murah Rp 300 ribu. Padahal, dalam satu lakon pagelaran pewayangan, ada puluhan tokoh wayang yang dimainkan.
Maka, wayang karton yang jauh lebih murah bisa menjadi solusi. Russidiq Suryo Darsono adalah salah satu pembuat wayang karton asal Desa Tiru, Gurah, Kediri.
Sejak tahun 2012, pria yang akrab disapa Rosid bermula dari iseng. Belakangan banyak pedagang yang memesan wayang kartonnya untuk dijual kembali. Pembuatan wayang ini relatif sederhana, dengan bahan kertas duplek yang mudah diperoleh.
Proses pembuatan wayang ini mirip dengan wayang kulit. Setelah mendapatkan bentuk tokoh, dua lapis karton ini ditatah. Pembuatannya lebih mudah dari wayang kulit, karena bahannya relatif lunak. Setelah itu, wayang juga diwarnai dan diberi tangan.
Rosid banyak membuat wayang dengan tokoh Gatotkaca, Hanoman, Janaka yang digemari anak-anak. Selain untuk latihan mendalang, wayang karton ini juga digunakan untuk hiasan dinding dan bermain.
Rosid mengakui sasaran pembelinya anak-anak. Sebab, menurut dia, anak-anak suka wayang tapi kesulitan biaya untuk membeli wayang kulit.
Sasaran kedua adalah mereka yang ingin belajar mendalang tapi belum mampu membeli wayang kulit. “Karena harga wayang karton dan wayang kulit, harganya terpaut jauh, karton itu Rp 15 ribu – Rp 35 ribu. Kalau wayang kulit tinggi harganya satu tokoh paling murah Rp 300 ribu. Satu banding lima atau sepuluh,”papar Rosid.
Dia berharap, wayang karton mendekatkan kesenian wayang pada anak-anak. Sehingga, menjadi dalang bukan lagi sekadar mimpi. Wayang karton bisa menjadi jalan pintas bagi mereka yang ingin mewujudkan mimpi menjadi dalang demi melestarikan kesenian. (Danu Sukendro)