KAWASAN Gua Selomangleng, Kota Kediri menjadi titik kunci pembuka pagelaran Daulat Budaya Nusantara yang akan bergulir ke sejumlah daerah di Indonesia. Pemilihan Kediri sebagai lokasi pertama didasari keyakinan, tanah Kediri merupakan titik awal berdirinya Nusantara.
“Area Gua Selomangleng merupakan situs bersejarah yang terhubung dengan era Airlangga cikal bakal Nusantara sebelum Majapahit, bahkan sebelum era Jenggala-Kediri,” kata Sujiwo Tejo, di sela mendalang wayang kulit dengan lakon Wahyu Hidayat di Gua Selomangleng pada Selasa, 26 September 2023 malam.
Menurut Presiden komunitas Jancukers ini, lakon Wahyu Widayat merupakan wahyu wilayah yang harus dimiliki pemimpin di Nusantara. Wahyu ini melengkapi dua wahyu lainnya, yaitu Wahyu Cakraningrat (wahyu hukumah) dan Wahyu Maningrat (wahyu nubuah). “Pemegang wahyu nubuah, wahyu hukumah, dan wahyu wilayah itulah pemimpin masa depan kita,” kata Tejo.
Pertunjukan dimulai dengan penyerahan wayang kepada Sujiwo Tejo oleh Kiai Paox Iben Mudhofar. Agak berbeda dengan pentas wayang kulit pakem, pagelaran diwarnai irama pukulan rebana ketimpring yang menyatu dengan gamelan. Suasana di halaman terasa sunyi dan beruansa sakral.
Acara ini diniati sebagai ruwatan Nusantara karena bumi sedang tidak baik-baik saja. Salah satu indikatornya, terjadinya kemarau panjang dan panas berlebihan. “Dalang sakti yang bisa meruwat itu banyak. Sujiwo Tejo dipilih karena punya kegilaan dan hal-hal tidak umum lainnya,” kata Paox Iben.
Tejo lahir di Jember, Jawa Timur pada 31 Agustus 1962. Ia dikenal sebagai seorang dalang, jurnalis, penulis, pelukis, pemusik, dan budayawan. Selama karir kesenimanannya, lelaki yang akrab disapa Mbah Tejo sudah menulis 23 buku, 12 puisi, dan menjadi aktor di 29 film.
Tejo membawakan lakon cerita dengan suaranya yang khas, lantang dan tegas disertai canda tawa dan pesan moral. Selama pertunjukan berlangsung penonton kerap tertawa lepas. Seperti saat melantunkan guyonan tokoh wayang Abimanyu dan saat menyentil bakal cawapres di pemilu 2024 mendatang. Pagelaran wayag semalam suntuk itu juga menampilkan lagu berbagai aliran yang dibawakan sinden dengan iringan para penabuh gamelan dan musisi. Ada langgam, rock, jazz dan banyuwangian.
Penonton memadati areal pementasan. Selain masyarakat sekitar juga dihadiri mahasiswa, pegiat budaya, pengasuh pondok pesantren, aktivis sastra, serta para orang tua yang mengajak anaknya. Di siarakan secara langsung lewat akun Youtube Sujiwo Tejo, ribuan penonton turut menikmati secara virtual.
Diprakarsai Pondok Alam Adat Budaya Nusantara Mojokerto, Jawa Timur bersinergi dengan Indika Foundation dan Dunia Santri Community, pentas di Kediri akan berlanjut ke sembilan daerah di Indonesia, mencakup kawasan dari Sabang hingga Merauke. Setelah di Kediri bergeser ke di Jepara (Jawa Tengah), Purwakarta (Jawa Barat), Nusantara (Kalimantan Timur), Alor (Nusa Tenggara Timur), Anambas (Kepulauan Riau), Pidie (Aceh), Ternate (Maluku), dan Jayapura (Papua). (Moh Yusro Safiudin)
Discussion about this post