LEBIH dari 100 redaktur senior dari Indonesia dan Asia Tenggara berkumpul dalam acara Senior Editors Forum, Senin-Selasa, 16-17 Oktober 2023 di Jakarta. Mereka membahas disinformasi, kebebasan editorial, dan keamanan jurnalis menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu pada 14 Februari 2024.
Diskusi para jurnalis senior ini mengurai tantangan-tantangan peliputan pemilu yang profesional. Lebih jauh, mengidentifikasi solusi nyata di tingkat redaksi. Senior Editors Forum ini terselenggara atas kerjasama Kantor Multisektoral Regional UNESCO di Jakarta, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, dan Dewan Pers.
“Ketika informasi tersedia secara akurat dan luas, maka pemilu dapat terjaga terus terbuka, adil, dan demokrasi tumbuh subur,” kata Valerie Julliand, Resident Coordinator PBB di Indonesia.
Menurutnya, peran media dalam pemilu sangat penting. Di antaranya, melindungi kebebasan berekspresi dan menjadi clearing house informasi dalam pelaksanaan pemilu.
Selain dihadiri 60 redaktur senior, peserta forum juga datang dari Agence France Presse (Prancis), Malaysia Kini (Malaysia) dan Rappler (Filipina), Voice TV (Thailand), dan META Indonesia, serta anggota Dewan Pers Indonesia, Committee to Protect Journalists (CPJ), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
“Indonesia adalah mitra penting bagi Uni Eropa dan kami bersatu dalam memerangi disinformasi,” ujar Stéphane Mechati, Kuasa Usaha ad interim Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia.
Perjuangan melawan disinformasi tentu tidak dapat dilakukan oleh satu negara atau satu aktor saja. Persoalan itu perlu dihadapi melalui kerjasama, kegiatan berbagi pengetahuan, dan pengembangan strategi komprehensif.
Senior Editors Forum dimulai dengan diskusi antara para analis politik, akademisi, organisasi masyarakat sipil, platform media sosial, dan perwakilan media. Mereka membahas tren yang sedang mengemuka terkait pemanfaatan teknologi dan penyusunan narasi. Hal ini penting diidentifikasi, karena kemudahan teknologi berpotensi menciptakan disinformasi, serta berbagai tantangan seputar sistem hukum.
Poin-poin dalam diskusi itu juga menyoroti pentingnya literasi digital dan edukasi bagi para pemilih. Sehingga, perlu pendekatan kolaboratif untuk dapat melakukan monitoring, cek fakta, dan kajian risiko secara bersama-sama. Sejumlah gagasan tersebut dilontarkan Direktur Eksekutif PERLUDEM, Manajer Kebijakan Publik META Indonesia dan Pengasuh Podcast Reformasi Weekly, serta Asisten Profesor untuk topik Manajemen Kebijakan Publik dari Universitas Monash.
Terkait hal tersebut, META Indonesia menggarisbawahi peran Koalisi Damai, yang terdiri dari 12 organisasi masyarakat sipil independen. Perkumpulan ini dibentuk berkat dukungan UNESCO sebagai bagian dari program Social Media 4 Peace yang didanai oleh Uni Eropa.
Para pembicara juga mengingatkan peserta akan meningkatnya tantangan disinformasi di tataran lokal. Dalam konteks pemilihan pemimpin daerah pada November 2024 mendatang, mensyaratkan pemahaman mendalam akan konteks dan penggunaan bahasa lokal. CEO dan Publisher the Conversation Indonesia, yang memoderasi diskusi tersebut menutup dengan catatan yang mengangkat inisiatif positif oleh masyarakat sipil, seperti Bijak Memilih.
Pada hari kedua, forum dirancang bagi para redaktur senior. Mereka mengidentifikasi alat-alat kerja konkret, menjaga independensi editorial, menangkal disinformasi, dan meningkatkan keamanan pekerja media. Sesi-sesi ini berturut-turut dimoderasi oleh Internews, BBC Media Action, dan Narasi TV.
Para pembicara dan partisipan mencatat kebutuhan dan solusi bagi media dengan skala besar di kota besar (Jakarta dan sekitarnya), maupun media komunitas di daerah yang lebih terpencil. Salah satunya, dengan memberikan eksposur terhadap praktik-praktik baik di tingkat nasional, regional dan global.
Senior Editors Forum juga menekankan pentingnya kolaborasi nasional dan lintas negara di antara media. Selain dihadiri oleh redaktur senior dari Jakarta dan sekitarnya, forum ini juga melibatkan redaktur senior dan para manajer media dari Bali, Papua, Maluku Utara, Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Barat, dan lain-lain.
“Meski baru menghabiskan waktu sebentar di Indonesia, saya sudah terkesan dengan keterbukaan media dan masyarakat sipil untuk bekerjasama antara satu sama lain dan membentuk koalisi demi meraih tujuan bersama,” kata Maki Katsuno-Hayashikawa, Direktur UNESCO Jakarta.
Kondisi ini sangat sesuai dengan visi UNESCO, sebagai badan khusus PBB yang mengemban mandat melindungi kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi. UNESCO terus mempromosikan lingkungan yang kondusif bagi kerja media yang bebas, profesional, dan pluralistik melalui dukungan, pendekatan dan sinergi dengan aktor-aktor terkait. (Dwidjo U. Maksum)
Discussion about this post